14 Ton Dicegat di Pagi Hari, Berita Hilang: Benarkah Ada Rantai Besar Mafia Timah yang Terusik?

0 7

Babeltoday.com, Bangka – Pagi buta, Senin (16/12/2025) sekitar pukul 06.15 WIB, dua truk bermuatan pasir timah melaju bukan di jalur utama Sungailiat, melainkan menyusup lewat akses belakang permukiman Kampung Rambak. Waktu, rute, dan tujuan yang dipilih menandai satu hal: muatan ini tak ingin terlihat. Kamis (18/12/2025).

Tim Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Pos Penyekatan bersama BKO Korem 045/Garuda Jaya (Gaya) Pos Jelitik menghentikan laju kedua kendaraan tersebut tepat sebelum memasuki area gudang PT Mitra Graha Raya (MGR). Dari bak truk, aparat mendapati biji timah dalam kemasan jumbo bag—rapi, siap dipindahkan, dan dalam jumlah yang jauh dari kategori “kecil”.

Truk bernomor polisi BN 8733 PT, dikemudikan Syarif, mengangkut sekitar 7 ton biji timah. Truk kedua, BN 8238 PW yang dikemudikan Edi Setiawan, membawa muatan serupa. Total ±14 ton biji timah diamankan. Seluruh kendaraan, muatan, dan sopir langsung dibawa untuk kepentingan penyelidikan.

Namun penindakan di jalan ini segera memunculkan lapisan persoalan yang lebih dalam.

Timeline yang Tidak Berdiri Sendiri

Beberapa waktu sebelum peristiwa ini, publik Bangka Belitung sempat dihadapkan pada pemberitaan media daring yang mengulas dugaan smelter dan gudang tertentu sebagai titik masuk timah ilegal. Nama-nama perusahaan sempat muncul, memantik perhatian, lalu… berita itu menghilang. Tautannya tak lagi bisa diakses. Tidak ada bantahan terbuka, tidak pula klarifikasi panjang—hanya sunyi.

Kini, di lokasi yang beririsan, dua truk bermuatan besar justru tertangkap saat hendak masuk ke salah satu gudang yang pernah disebut-sebut tersebut. Kebetulan? Atau potongan puzzle yang tercecer lalu bertemu kembali?

Modus Lama, Pola Berulang

Tim jejaring KBO Babel mendalami asal-usul biji timah: dari tambang mana, melalui siapa, dan atas perintah siapa muatan itu bergerak. Jalur belakang permukiman bukan sekadar pilihan rute, melainkan pola klasik distribusi barang bermasalah—menghindari sorot, meminimalkan saksi, dan mempercepat “penyerahan”.

Sumber lapangan menyebutkan, fokus penyelidikan tidak berhenti pada sopir. “Yang dicari bukan hanya siapa yang membawa, tapi siapa yang mengatur dan menunggu di ujung,” ujarnya singkat. Pernyataan ini menguatkan dugaan bahwa muatan tersebut bagian dari sistem yang lebih luas: dari tambang tanpa izin, penampung, hingga titik akhir peleburan.

Dugaan Jaringan: Dari Hulu ke Hilir

Dalam kacamata investigatif, 14 ton biji timah bukan angka kecil. Kuantitas ini mengisyaratkan:

– Ada suplai berkelanjutan, bukan hasil satu lokasi dadakan.

– Ada penampung siap terima, karena barang sudah dikemas standar industri.

– Ada keyakinan barang bisa masuk, sehingga berani melintas di jam rawan dengan muatan penuh.

Di sinilah dugaan jaringan mafia timah mengemuka. Praktik yang diduga berjalan: biji timah dari aktivitas ilegal dikumpulkan, disatukan dalam jumlah besar, lalu dialirkan ke gudang atau smelter untuk “diputihkan” melalui proses peleburan.

Pertanyaan yang Menggantung

Hingga kini, belum ada pernyataan resmi terkait status hukum muatan, peran gudang tujuan, maupun kemungkinan keterlibatan pihak lain. Manajemen PT Mitra Graha Raya (MGR) juga masih dalam upaya konfirmasi.

Publik kini dihadapkan pada rangkaian fakta yang saling terhubung:
berita lama yang lenyap, jalur belakang yang aktif, muatan besar yang tertangkap, dan tujuan yang sama-sama disebut dalam percakapan publik sebelumnya.

Apakah penangkapan ini akan berhenti sebagai kasus pengamanan di jalan? Ataukah justru menjadi pintu masuk untuk membongkar jaringan distribusi timah ilegal yang selama ini bekerja rapi, senyap, dan nyaris tak tersentuh?

Jawabannya kini berada di tangan aparat—dan sejauh mana keberanian membuka lapisan demi lapisan di balik 14 ton pasir timah yang nyaris lolos tanpa jejak. (Red/*)

Leave A Reply

Your email address will not be published.