Babeltoday.com, Pangkalpinang – Panas politik belum juga reda. Suasana jalanan di sejumlah daerah diwarnai demonstrasi, bahkan gedung dewan di berbagai kota jadi sasaran amuk massa. Di Pangkalpinang, tepat saat aksi unjuk rasa digelar di depan Kantor DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, seorang anak muda bersama tim hukumnya melangkah tenang menuju kantor Ombudsman setempat. Namanya Edi Irawan. Rabu (10/9/2025).
Kedatangannya bukan untuk berorasi di jalan, melainkan menyerahkan laporan resmi. Dua lembaga sekaligus dilaporkannya: DPRD Provinsi Babel atas dugaan maladministrasi, dan Pelaksana Tugas Kepala Diskominfo Babel, M. Haris, atas dugaan penyalahgunaan wewenang.
Nama terakhir ini menarik perhatian publik. M. Haris baru saja ditunjuk merangkap jabatan. Selain Kepala Bakeuda, ia kini juga menjadi Plt Kepala Diskominfo. Baru seumur jagung memegang amanah tambahan, sudah terseret laporan yang bisa berimplikasi hukum.
Rekor Gugatan
Bagi kalangan pemerintahan di Babel, nama Edi bukan barang baru. Aktivis muda ini belakangan disebut-sebut sebagai pemegang rekor penggugat terbanyak di Indonesia. Dalam hitungan pekan, lima gugatan ia layangkan sekaligus. Satu perkara sudah dimenangi, satu lagi naik banding di PTUN, dan tiga perkara tengah bergulir di meja hakim.
“Seperti benang tipis tapi tajam,” kata seorang pengamat hukum di Pangkalpinang. Julukan itu merujuk pada sepak terjang Edi yang tenang tapi meninggalkan luka. Ia tak segan mengajukan gugatan terhadap pejabat yang dinilai melanggar hukum, entah sekadar maladministrasi, dugaan penyalahgunaan kewenangan, hingga persoalan keterbukaan informasi publik.
Edi sendiri menyebut langkahnya bukan untuk mencari panggung atau keuntungan pribadi. “Saya hanya ingin pelayanan publik berjalan benar. Kalau pejabat publik arogan dan lupa pada kewajiban, maka jalur hukum harus ditempuh,” ujarnya saat ditemui wartawan usai menyerahkan laporan.
Dari Gubernur hingga DPRD
Target laporan Edi bukan kalangan sembarangan. Dari Gubernur, Sekretaris Daerah, Kepala Dinas, BUMN, hingga DPRD, semuanya pernah disentuh gugatannya. Baginya, semua warga negara memiliki hak konstitusional untuk menuntut pejabat publik yang menyalahgunakan kewenangan.
Perlawanan Edi ini dianggap sebagai bukti bahwa hukum tidak hanya milik penguasa, tetapi bisa dipakai rakyat untuk melawan aparatur yang abai. “Jangan berhenti di hukum tata negara. Kalau ada indikasi pidana, harus kita dorong sampai pintu pidana,” ucapnya. Kalimat itu menjadi ciri khasnya: lugas, keras, dan langsung menusuk sasaran.
Pendamping Hukum
Di langkahnya kali ini, Edi tidak sendirian. Ia didampingi kuasa hukumnya, Bujang Musa, S.H., M.H. atau akrab disapa Pak BM. Pengacara senior yang juga politisi ini terang-terangan mengaku kagum dengan militansi klien mudanya.
“Saya kagum dengan keberanian anak ini. Bukan orientasi uang, tapi yurisprudensi yang ia kejar. Demi kepentingan masyarakat luas, bukan hanya Babel. Kalau konsisten, saya yakin suatu hari dia bisa jadi pengacara hebat,” kata BM kepada wartawan, sembari melontarkan sedikit candaan untuk mencairkan suasana.
Kekaguman itu beralasan. Dalam sejumlah persidangan, Edi menunjukkan penguasaan detail terhadap undang-undang, data geospasial, bahkan aspek teknis proyek pemerintah. Kombinasi yang jarang dimiliki aktivis muda seusianya.
Strategi Laporan
Ada empat titik strategis yang jadi fokus langkah hukum Edi. Pertama, melaporkan Sekda ke DPRD atas dugaan pelanggaran kewenangan. Kedua, menyeret DPRD sendiri ke Ombudsman karena diduga melakukan maladministrasi. Ketiga, melaporkan pejabat PPID Diskominfo Babel yang dinilai menyusun SOP bermasalah. Dan keempat, menjadikan keterbukaan informasi sebagai alat paling tajam untuk mengawasi pejabat publik.
Menurutnya, tanpa keterbukaan, publik akan kesulitan membuktikan adanya dugaan penyalahgunaan anggaran negara. “Keterbukaan informasi adalah pintu masuk. Dari sana bisa ditelusuri apakah uang negara digunakan benar atau justru disalahgunakan,” ujarnya.
Pedang Kecil yang Menghujam
Perlawanan Edi kini menjadi perhatian luas. Dari sekadar aktivis muda, ia menjelma simbol perlawanan individu melawan birokrasi yang dianggap pongah. Kritik-kritiknya selalu tajam, bahkan menohok langsung ke pusat masalah.
“Ini bukan sekadar perdebatan di ranah administratif. Kalau ada indikasi pidana, saya akan dorong sampai ke sana,” katanya lagi.
Kini, laporan resmi terhadap DPRD dan Diskominfo Babel sudah masuk ke Ombudsman. Publik menunggu: apakah kasus ini benar-benar diproses atau hanya berhenti sebagai dokumen di tumpukan arsip.
Yang jelas, perlawanan seorang warga telah membuka mata banyak pihak. Hukum, betapapun sering dicibir, masih bisa menjadi senjata rakyat. Dan seorang aktivis muda bernama Edi Irawan telah membuktikannya. (Red/*)