Ganti Rugi Jalan Lintas Timur Selindung Tak Kunjung Tuntas, Warga Sudah Menunggu 13 Tahun

0 2

BabelToday.com, Pangkalpinang — Penantian panjang warga Selindung atas hak ganti rugi lahan untuk pembangunan Jalan Lintas Timur kembali menjadi sorotan. Jalan yang dibangun oleh Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2012 itu ternyata masih menyisakan luka yang belum disembuhkan: hak masyarakat atas tanah mereka belum juga dibayarkan sejak proyek itu dikerjakan.

Lebih dari satu dekade.
Lebih dari 13 tahun.
Tetapi jawaban pemerintah tetap sama: “masih diproses.”

Efendi, kuasa pemilik lahan almarhum Edi Susanto, kembali mendatangi Dinas PUPR Babel pada Jumat (31/10/2025) untuk meminta kepastian. Langkah itu dilakukan setelah pihaknya melayangkan surat kepada Gubernur Bangka Belitung dengan tembusan ke Dinas PUPR, Dishub, dan Ketua DPRD Babel. Surat tersebut telah didisposisi Kepala Dinas PUPR dan diteruskan ke Bidang Bina Marga.

Namun apa yang terjadi?

Sesampainya di kantor Dinas PUPR, Efendi menemui Kabid Tata Ruang, M. Yunus. Yunus mengakui masalah itu bukan kewenangannya, melainkan urusan Bidang Bina Marga. Ia lalu mengantarkan Efendi untuk bertemu Kepala Bidang Bina Marga, Safran.

Sayangnya, Safran tak berada di tempat. Efendi hanya ditemui dua staf yang menyampaikan jawaban singkat:

> “Ya bang, disposisi sudah masuk ke kami dan sedang kami proses,” ujar salah satu staf.

Jawaban yang sama. Kalimat klasik yang sudah berulang kali didengar Efendi sejak 2012.

Efendi pun tak dapat menyembunyikan kekecewaannya. Bukan hanya soal uang, tetapi tentang martabat, keadilan, dan rasa hormat terhadap hak rakyat kecil.

> “Sudah 13 tahun kami menunggu. Hari ini baru mereka bilang sedang diproses? Jujur, kalau tidak ada pemberitaan media, mungkin sampai kiamat pun ini tidak diproses,” tegas Efendi, menahan getir.

Baginya, ini bukan sekadar tanah. Ini tentang bagaimana negara memperlakukan warganya.
Tentang janji pemerintah yang menggantung nasib rakyat kecil.
Tentang pembangunan yang menyisakan korban.

Situasi ini semakin menegaskan buruknya penanganan pemerintah dalam persoalan ganti rugi lahan bagi masyarakat. Alih-alih memberikan kepastian, proses justru berjalan lamban, berbelit, dan terkesan abai. Para pejabat yang diberi amanah untuk memberikan pelayanan seolah tak terganggu oleh penderitaan warga yang menunggu haknya selama bertahun-tahun.

Ironis.
Proyek jalan rapi terbentang.
Kendaraan lalu lalang menikmati hasil pembangunan.
Tetapi pemilik sah tanah yang mengorbankan haknya demi kepentingan publik malah ditinggalkan tanpa kepastian.

Efendi kembali menegaskan, bila persoalan ini terus diabaikan, pihaknya tidak menutup kemungkinan akan mengambil langkah lebih tegas, termasuk menutup akses jalan yang berdiri di atas tanah milik mereka.

Sampai berita ini ditayangkan, Kadis PUPR Provinsi Babel, Jantani, belum memberikan tanggapan atas konfirmasi lanjutan dari TitahNusa.com.

Ketika Kesabaran Berbatas Waktu

Kasus ini menjadi cermin betapa rentannya rakyat kecil ketika berhadapan dengan roda birokrasi yang dingin dan lamban. Pertanyaan besar muncul:

mengapa ganti rugi tanah rakyat bisa dibiarkan mangkrak selama 13 tahun?

siapa yang bertanggung jawab?

sampai kapan rakyat harus menunggu?

Masyarakat butuh kehadiran negara, bukan sekadar janji yang tak pernah ditepati.
Dan ketika keadilan mulai terasa jauh, suara rakyatlah yang akan memanggil kembali nurani para pemegang kekuasaan. (Red/*)

Leave A Reply

Your email address will not be published.