Menambang Legal, Menjaga Masa Depan: Optimalisasi Izin Pertambangan Rakyat (IPR) sebagai Solusi Krisis Pertambangan Ilegal di Bangka Belitung
Oleh: Esther Simbolon, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung
Babeltoday.com, Pangkalpinang – Dilema Abadi antara Kesejahteraan dan Kepatuhan Hukum. Kepulauan Bangka Belitung (Babel), sebagai salah satu lumbung timah terbesar di dunia, menyimpan dilema pelik yang tak kunjung usai: pertambangan ilegal.

Aktivitas ini, yang sering kali berlangsung masif di luar koridor hukum, telah menjelma menjadi isu multidimensi. Dari sudut pandang negara, pertambangan ilegal adalah kerugian besar, mencakup hilangnya potensi penerimaan negara dari pajak dan royalti, serta kerusakan ekologis yang memerlukan biaya restorasi tak terhingga.
Namun, realitas sosial menunjukkan sisi lain dari mata uang ini: pertambangan ilegal seringkali menjadi urat nadi ekonomi masyarakat kecil yang tidak memiliki alternatif mata pencaharian memadai.
Inilah yang menciptakan jurang pemisah antara tuntutan kepastian hukum dan kebutuhan dasar hidup rakyat.
*Ironi Dampak Pertambangan Ilegal: Kerusakan Lingkungan dan Kerugian Negara*
Dampak buruk dari penambangan tanpa izin (PETI) tidak bisa ditoleransi. Secara lingkungan, aktivitas ini meninggalkan lubang-lubang raksasa (kolong) yang merusak estetika dan tata air, menyebabkan sedimentasi, hingga mencemari laut dan perairan.
Ekosistem pesisir dan daratan terancam, dan praktik penambangan yang serampangan tanpa standar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) berpotensi menimbulkan bencana ekologis jangka panjang.
Dari perspektif hukum dan ekonomi, pertambangan ilegal adalah bentuk pengkhianatan terhadap kedaulatan sumber daya alam. Negara kehilangan kontrol atas tata kelola pertambangan, dan keuntungan besar justru dinikmati oleh oknum tak bertanggung jawab, seringkali melibatkan jaringan mafia tambang dan tengkulak yang memonopoli harga jual.
Fenomena ini tidak hanya merugikan fiskal, tetapi juga merusak tatanan sosial-ekonomi karena menciptakan praktik bisnis yang tidak transparan dan eksploitatif.
*Izin Pertambangan Rakyat (IPR): Jembatan Hukum Menuju Kesejahteraan Berkelanjutan*
Mencabut akar pertambangan ilegal secara represif bukanlah solusi tuntas; yang dibutuhkan adalah solusi yang inklusif dan berkeadilan.
Dalam konteks inilah, Izin Pertambangan Rakyat (IPR) muncul sebagai instrumen hukum yang strategis. IPR, sebagaimana diatur dan diperkuat dalam revisi regulasi pertambangan, termasuk yang terbaru yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025 (yang mengatur seluruh aspek perizinan seperti IUP, IPR, dan IUPK), merupakan jalan tengah yang elegan.
IPR memberi ruang legal bagi masyarakat lokal untuk melakukan penambangan dalam skala kecil. Dengan legalitas ini, para penambang rakyat tidak lagi berada di zona abu-abu hukum. Mereka mendapatkan kepastian hukum dan dapat beroperasi di wilayah pertambangan tertentu yang telah ditetapkan (WPR).
Peningkatan Kesejahteraan dan Pengawasan Pemerintah Melalui IPR
Aspek krusial dari IPR adalah kemampuannya untuk memutus rantai eksploitasi. Ketika masyarakat menambang secara legal, mereka terbebas dari jeratan tengkulak atau pihak yang memanipulasi harga. Legalitas ini membuka peluang bagi masyarakat untuk berinteraksi langsung dengan mekanisme pasar yang lebih adil dan bahkan mengakses pembiayaan atau teknologi tepat guna yang disponsori pemerintah. IPR adalah katalis untuk peningkatan kesejahteraan ekonomi yang mandiri.
Lebih lanjut, keberadaan IPR mempermudah fungsi pengawasan pemerintah. Pemerintah tidak lagi berhadapan dengan aktivitas sembunyi-sembunyi, melainkan dapat melakukan pembinaan dan pengawasan kepatuhan terhadap standar penambangan yang lebih ramah lingkungan secara terstruktur.
Hal ini memungkinkan implementasi sanksi yang adil bagi yang melanggar dan penghargaan bagi yang patuh.
Sebagai mahasiswa Fakultas Hukum, ini adalah momentum untuk bergerak. Solusi IPR tidak akan efektif tanpa adanya edukasi dan sosialisasi masif kepada masyarakat. Kami memiliki tanggung jawab moral untuk menjembatani kesenjangan informasi antara regulasi hukum yang kompleks dengan praktik di lapangan.
Edukasi harus difokuskan pada dua poin utama:
Dampak Buruk Pertambangan Ilegal: Menjelaskan secara gamblang konsekuensi hukum, ekonomi, dan ekologis dari PETI.
Mekanisme dan Keuntungan Pertambangan Legal (IPR): Membimbing masyarakat tentang cara mendapatkan IPR, hak dan kewajiban mereka, serta manfaat jangka panjang yang didapatkan dari kepastian hukum dan peningkatan nilai jual hasil tambang.
IPR adalah langkah strategis untuk menyeimbangkan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Melalui legalitas ini, masyarakat dapat meningkatkan kesejahteraan mereka tanpa harus mengorbankan masa depan ekologis. Sudah saatnya Bangka Belitung mengukir sejarah baru: menambang dengan legal, demi masa depan yang lebih terjamin dan berkelanjutan. (Red/*)