Babeltoday.com, Jakarta — Operasional Program Makan Bergizi Gratis (MBG) melalui Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dinilai mencerminkan kapasitas negara yang bekerja secara nyata dan langsung menyentuh kebutuhan dasar masyarakat. Kehadiran SPPG menunjukkan bagaimana negara hadir tidak hanya dalam kebijakan, tetapi juga dalam tindakan konkret di lapangan. Kamis (18/12/2025).
Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA), Herry Mendrofa, menjelaskan bahwa dalam teori pemerintahan, SPPG merupakan bagian dari state capacity in actions, di mana negara menjalankan fungsinya secara langsung kepada warga.
“Dalam teori pemerintahan, satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) adalah bagian dari state capacity in actions pemerintah yang mana negara hadir dalam bentuk konkrit. Salah satu fungsinya adalah pemantauan dan pemberian gizi, kemudian termasuk pada perlindungan keluarga kelompok terdampak bencana,” ujarnya dalam podcast di Youtube Menyala Media.
Menurut Herry, MBG yang dioperasionalkan melalui SPPG menjadi jembatan efektif dalam penyaluran bantuan negara kepada masyarakat. Skema ini memastikan bantuan tidak berhenti pada tataran perencanaan, tetapi benar-benar dirasakan oleh kelompok sasaran.
“Maka SPPG ini hadir dalam jembatan efektif. Negara itu hadir konkrit, dan ngurusin yang menurut kita sederhana, namun dampaknya luas. Jadi negara tidak hanya bekerja sendiri, tapi bekerja bersama-sama dengan yang lain,” tuturnya.
Ia menambahkan bahwa peran SPPG dalam pemenuhan gizi tidak dapat dipisahkan dari upaya menjaga stabilitas sosial, terutama di wilayah terdampak bencana.
“SPPG dalam pemenuhan gizi benar-benar hadir. Dia ada urusan dapur umum, kesehatan, dan sebagainya. Termasuk bagaimana dalam korelasi bencana, SPPG berhasil mempertahankan stabilitas sosial. Karena bencana dalam banyak momentum, bisa mendelegitimasi, mereduksi pemerintah. Dengan hadirnya SPPG, itu dirasakan implementasinya,” ujarnya.
Dalam konteks kebencanaan, Herry menilai SPPG mampu menjawab persoalan paling mendasar yang kerap muncul pasca bencana, yakni pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat.
“Adalah menyelesaikan persoalan yang mendasar, apa itu, yaitu soal perut. Pasca bencana acapkali kebutuhan dasar terganggu dengan SPPG, karena akses transportasi dan logistik tertutup, SPPG hadir dan dibantu kebutuhan dasarnya,” ujarnya.
Menurutnya, kehadiran SPPG tidak hanya mempercepat pemulihan pascabencana, tetapi juga memperkuat kepercayaan publik terhadap negara. Dengan memastikan kebutuhan dasar terpenuhi secara cepat dan terstandar, negara mampu menjaga kohesi sosial dan mencegah kerentanan yang lebih luas.
SPPG, dalam kerangka MBG, dinilai sebagai instrumen penting yang memperlihatkan bagaimana kebijakan publik diterjemahkan menjadi layanan nyata, sekaligus memperkuat fondasi ketahanan sosial dan kapasitas negara dalam menghadapi berbagai krisis. (Red/*)