Penyelundupan 9 Ton Timah: Saatnya Hukum Menindak Tegas Oknum Polri dan TNI Tanpa Pandang Bulu (Opini)
Oleh : Ari Wibowo
BabelToday.com, Bangka Belitung – Kasus penyelundupan 9 ton balok timah ilegal yang terbongkar di Pelabuhan Tanjung Kalian, Bangka Barat, baru-baru ini menjadi alarm serius terhadap integritas aparat negara dan sistem hukum kita. Lebih dari sekadar kejahatan ekonomi, keterlibatan tiga oknum aparat—diduga dari Polri dan TNI—bersama dua bos tambang besar menunjukkan adanya jaringan mafia tambang yang terstruktur dan sistematis.
Ini bukan sekadar insiden biasa; ini adalah cermin dari kerusakan mendalam yang selama ini dibiarkan tanpa penegakan hukum yang tegas.
Kasus ini semakin kompleks ketika fakta mengungkapkan bahwa praktik ini sudah berlangsung lama, melibatkan aktor di lapangan dan oknum pelindung di balik layar. Jika tidak ditindak tegas, Bangka Belitung sebagai penghasil timah terbesar di Indonesia akan terus dirongrong praktik ilegal, merugikan negara dan merusak ekonomi serta lingkungan secara sistemik.
Oknum Aparat dan Hilangnya Integritas Penegak Hukum
Keterlibatan oknum aparat dalam penyelundupan 9 ton balok timah adalah pengkhianatan terhadap kepercayaan publik. Aparat negara, baik Polri maupun TNI, seharusnya menjadi garda terdepan dalam memberantas kejahatan ekonomi semacam ini.
Namun, alih-alih menjadi benteng penegakan hukum, oknum-oknum berseragam justru diduga menjadi bagian dari dalang jaringan kriminal.
Fenomena ini bukan kali pertama terjadi. Bangka Belitung, dengan potensi sumber daya alam yang melimpah, telah lama menjadi “surga” praktik tambang ilegal yang dilindungi oleh oknum tak bertanggung jawab.
Penyelundupan ini semakin mulus karena adanya backing dari oknum aparat, yang seharusnya bertugas mengawasi dan menindak praktik-praktik ilegal.
Jika informasi yang beredar benar adanya bahwa dua bos tambang—Ag dan Ar Ac—dikendalikan oleh oknum aparat berinisial Ek, Ad, dan Cu, maka sudah jelas ada hierarki yang terorganisir antara pelaku lapangan dan pelindungnya. Skema ini mencerminkan lemahnya pengawasan internal dan akuntabilitas dalam institusi terkait.
Sanksi Hukum: Ketegasan UU Minerba dan Kode Etik Profesi
Dalam konteks ini, sanksi hukum harus menjadi alat untuk memutus mata rantai mafia tambang dan memulihkan kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) jelas mengatur ancaman pidana bagi setiap individu atau kelompok yang terlibat dalam penambangan, pengangkutan, dan penyelundupan mineral tanpa izin.
Pasal 161 UU Minerba menyebutkan:
“Setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin dapat dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.”
Dengan demikian, para bos tambang yang terbukti menyelundupkan timah ilegal harus dijatuhi hukuman maksimal sebagai bentuk efek jera. Tidak hanya itu, oknum aparat yang terlibat harus dijerat dengan sanksi ganda: hukum pidana umum dan sanksi internal institusi.
Bagi Polri dan TNI, keterlibatan dalam tindak pidana ekonomi semacam ini bukan hanya melanggar hukum positif, tetapi juga kode etik profesi yang menjunjung tinggi integritas dan kepercayaan masyarakat.
Aturan disiplin dalam Polri diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Jika terbukti bersalah, oknum aparat dapat dikenai sanksi pemecatan tidak hormat.
Selain itu, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juga menegaskan bahwa keterlibatan aparat dalam tindak pidana umum, seperti penyelundupan dan penggelapan, adalah kejahatan serius yang harus ditindak tanpa pandang bulu.
Pasal 55 KUHP bahkan mengatur hukuman bagi siapa saja yang turut serta membantu atau memfasilitasi kejahatan.
Dampak Ekonomi dan Lingkungan dari Mafia Timah
Tambang ilegal tidak hanya merugikan negara secara ekonomi, tetapi juga merusak lingkungan dan kehidupan masyarakat sekitar. Setiap tahun, negara mengalami kerugian triliunan rupiah akibat praktik tambang ilegal yang marak di Bangka Belitung.
Padahal, jika dikelola dengan baik, timah dapat menjadi sumber pendapatan signifikan untuk pembangunan daerah.
Dampak lingkungan juga tidak bisa diabaikan. Aktivitas tambang ilegal merusak ekosistem hutan, mencemari sungai, dan merusak habitat satwa liar. Masyarakat setempat sering kali menjadi korban langsung akibat tanah longsor, banjir, dan krisis air bersih yang diakibatkan oleh eksploitasi tambang yang tidak bertanggung jawab.
Jika aparat penegak hukum terus abai dan justru menjadi bagian dari masalah, kerusakan ini akan semakin parah dan sulit dipulihkan.
Urgensi Penindakan Tegas dan Reformasi Sistem Pengawasan
Kasus penyelundupan 9 ton timah ilegal harus menjadi momentum bagi pemerintah, Polri, dan TNI untuk menunjukkan komitmen nyata dalam menegakkan hukum.
Tidak boleh ada ruang bagi oknum aparat yang merusak citra institusi negara demi keuntungan pribadi. Penindakan tegas, transparan, dan akuntabel harus menjadi prioritas utama.
Pertama, investigasi menyeluruh terhadap oknum aparat dan aktor lainnya harus segera dilakukan, tanpa pandang bulu. Semua pihak yang terbukti terlibat harus dihukum maksimal sesuai peraturan yang berlaku.
Kedua, pengawasan internal di tubuh Polri dan TNI harus diperketat. Sistem pengawasan yang lemah selama ini menjadi celah bagi oknum untuk memanfaatkan posisi mereka. Reformasi sistem pengawasan harus melibatkan evaluasi rutin dan penegakan kode etik yang lebih ketat.
Ketiga, kolaborasi antara aparat penegak hukum, pemerintah daerah, dan masyarakat harus diperkuat untuk memutus mata rantai tambang ilegal. Keterlibatan masyarakat dalam melaporkan aktivitas tambang ilegal harus diapresiasi dan dilindungi.
Harapan Akan Penegakan Hukum yang Adil dan Tegas
Kasus ini adalah ujian serius bagi aparat penegak hukum di Bangka Belitung. Kepercayaan publik terhadap institusi negara sedang dipertaruhkan.
Jika oknum-oknum yang terlibat dibiarkan bebas atau hanya mendapat hukuman ringan, maka praktik ilegal ini akan terus berulang dan merugikan semua pihak.
Penegakan hukum yang tegas dan transparan adalah satu-satunya solusi untuk menghentikan mafia tambang. Aparat yang terlibat harus dihukum maksimal agar menjadi pelajaran bagi semua pihak.
Ini bukan hanya tentang 9 ton balok timah, melainkan tentang masa depan ekonomi, lingkungan, dan integritas negara.
Sudah saatnya hukum ditegakkan tanpa kompromi. Negara tidak boleh kalah oleh praktik ilegal dan oknum yang merusak. Jika tidak sekarang, kapan lagi?
—————————————————————————
Penulis : Ari Wibowo, Wakil Pimpred/Umum BeradokNews.Com (jejaring media KBO Babel)
Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan atau keberatan dalam penyajian artikel, opini atau pun pemberitaan tersebut diatas, Anda dapat mengirimkan artikel dan atau berita berisi sanggahan atau koreksi kepada redaksi media kami, sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (11) dan ayat (12) undang-undang No 40 tahun 1999 tentang Pers.
Saran dan masukan atas tulisan ini silahkan disampaikan ke redaksi di nomor WA kami 0812 7814 265 & 0821 1227 4004 atau email redaksi yang tertera di box Redaksi.