Perlindungan Hukum Terhadap Identitas Usaha : Sengketa Merek Dagang “Kapal Api”

Penulis Opini: Erlita Adi Palupi (Mahasiswa Universitas Bangka Belitung Fakultas Hukum)

0 19

Babeltoday.com, Bangka Belitung – Merek dagang tidak hanya berfungsi sebagai identitas suatu produk, melainkan juga mencerminkan reputasi dan kualitas dari barang atau jasa yang ditawarkan. Di tengah kompetisi bisnis yang kian ketat, perlindungan terhadap merek menjadi aspek penting dalam menjaga keadilan dan kepercayaan konsumen. Salah satu kasus menarik dalam konteks ini adalah sengketa antara PT Santos Jaya Abadi sebagai pemilik merek “Kapal Api” dengan sejumlah pihak yang menggunakan merek yang dianggap serupa. Kasus ini memperlihatkan dinamika antara hak eksklusif atas merek dan praktik bisnis yang berpotensi melanggar hukum.

Dalam hukum Indonesia, perlindungan terhadap merek dagang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Berdasarkan Pasal 1 angka 1, merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis dan digunakan untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh seseorang atau badan hukum.

PT Santos Jaya Abadi telah mendaftarkan merek “Kapal Api” secara sah dan telah digunakan secara konsisten dalam kegiatan usahanya. Dalam konteks hukum merek, hal ini memberikan hak eksklusif kepada perusahaan tersebut untuk menggunakan dan melindungi merek tersebut dari tindakan yang menyesatkan atau merugikan.

Pasal 21 ayat (1) huruf a UU Merek secara eksplisit menyebutkan bahwa permohonan pendaftaran merek harus ditolak apabila memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang atau jasa sejenis. Ketika pihak lain mencoba menggunakan nama atau desain yang serupa dengan “Kapal Api”, meskipun dengan variasi kecil, tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap hak atas merek.

Sebagai mahasiswa hukum, saya menilai bahwa perlindungan terhadap merek terkenal seperti “Kapal Api” harus ditegakkan secara tegas. Upaya penggunaan nama yang menyerupai, bahkan jika disamarkan dengan tambahan kata atau desain berbeda, tetap berpotensi menyesatkan konsumen dan menciptakan unfair competition.

Tindakan menjiplak atau mendompleng nama merek yang sudah dikenal luas bukan hanya merugikan pemilik hak, tetapi juga merusak prinsip etika dalam persaingan usaha. Dalam hal ini, perusahaan yang menggunakan nama atau desain mirip dengan “Kapal Api” dapat dikatakan bertindak dengan itikad tidak baik, sebagaimana disebut dalam Pasal 21 ayat (3) UU Merek.

Perlindungan terhadap merek tidak hanya penting dari sisi hukum, tetapi juga dari sisi ekonomi. Merek merupakan bagian dari aset tidak berwujud (intangible asset) yang memiliki nilai komersial tinggi. Jika tidak dilindungi, maka upaya pelaku usaha dalam membangun kepercayaan pasar akan sia-sia.

Melalui kasus ini, kita dapat melihat bagaimana pentingnya pendaftaran merek sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap identitas usaha. Selain itu, peran lembaga peradilan dan DJKI menjadi sangat vital dalam memastikan bahwa hak eksklusif atas merek ditegakkan secara adil dan konsisten.

Opini ini juga menjadi pengingat bahwa dalam dunia bisnis, selain kepatuhan terhadap regulasi, etika usaha harus tetap menjadi landasan utama. Menghargai karya dan hak orang lain adalah bagian dari menciptakan iklim usaha yang sehat dan berkelanjutan. (Red/*)

Leave A Reply

Your email address will not be published.