Pertambangan Rakyat dalam Bayang-Bayang Investasi Besar: Siapa yang Diuntungkan?

Penulis Opini: Alfarisi (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung)

0 9

Babeltoday.com, Bangka Belitung – Pertambangan rakyat selama ini dipandang sebagai salah satu cara bagi masyarakat lokal untuk memperoleh penghidupan dari kekayaan sumber daya alam di wilayahnya.

Namun, posisi mereka kini semakin terdesak oleh gelombang investasi besar yang masuk ke sektor mineral dan batubara. Di satu sisi, pemerintah mendorong peningkatan nilai investasi sebagai upaya memperkuat perekonomian nasional.

Di sisi lain, para penambang rakyat justru menghadapi tantangan struktural dalam mengakses izin, lahan, serta perlindungan hukum. Pertanyaannya: siapa sebenarnya yang paling diuntungkan dari arus besar investasi ini

Realitas di lapangan menunjukkan bahwa pertambangan rakyat kerap beroperasi di wilayah yang secara administratif telah diberikan kepada perusahaan besar, baik dalam bentuk IUP, IUPK, maupun konsesi lainnya. Akibatnya, ruang gerak masyarakat untuk mengelola sumber daya secara mandiri semakin terbatas.

Padahal, banyak penambang rakyat telah turun-temurun menggantungkan hidup dari kegiatan tersebut. Ketika investor besar masuk dengan kekuatan modal, teknologi, dan jaringan politik, posisi tawar masyarakat kian melemah.

Lebih dari sekadar soal izin, kehadiran investasi skala besar sering membawa konsekuensi sosial yang tidak kecil.

Peralihan lahan, perubahan struktur ekonomi lokal, hingga meningkatnya potensi konflik horizontal maupun vertikal menjadi dampak yang sering terjadi. Sementara itu, manfaat ekonomi yang dijanjikan tidak selalu dirasakan oleh masyarakat di sekitar tambang.

Lapangan kerja yang tercipta sering kali memerlukan keterampilan teknis tinggi, sehingga sulit diakses penambang rakyat yang sebelumnya bekerja secara tradisional.

Di sisi lain, pemerintah sebenarnya memiliki instrumen legal untuk mengakomodasi pertambangan rakyat, seperti Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Namun, implementasinya belum berjalan optimal.

Banyak daerah tidak menetapkan WPR secara memadai atau justru menempatkannya di area yang tidak memiliki potensi signifikan. Situasi ini memperlihatkan adanya ketimpangan perencanaan, di mana kepentingan investasi besar lebih dominan dibandingkan kebutuhan masyarakat lokal.

Melihat kondisi tersebut, sudah saatnya negara hadir secara lebih serius dalam melindungi pertambangan rakyat.

Penetapan WPR harus didasarkan pada kajian yang adil dan partisipatif, bukan sekadar formalitas. Pemerintah juga perlu memastikan bahwa masyarakat memiliki ruang legal dan ekonomi yang cukup untuk mengelola sumber daya tanpa khawatir dik kriminalisasi.

Pendekatan pembinaan bukan sekadar penertiban dibutuhkan agar aktivitas pertambangan rakyat dapat berjalan lebih aman, produktif, dan ramah lingkungan.

Pada akhirnya, pertanyaan siapa yang diuntungkan? akan selalu menggantung jika kebijakan pertambangan tidak memprioritaskan keadilan sosial.

Investasi besar memang penting, tetapi keberadaannya tidak boleh meniadakan hak masyarakat lokal untuk mendapatkan akses terhadap sumber daya yang menjadi bagian dari identitas mereka. Bila pertambangan rakyat terus berada di bawah bayang-bayang kepentingan modal besar, maka pembangunan hanya akan menguntungkan segelintir pihak bukan rakyat yang seharusnya menjadi pemilik kedaulatan atas tanah dan kekayaan alamnya. (Red/*)

Leave A Reply

Your email address will not be published.