Putusan MK: Partai Tanpa Kursi Legislatif Dapat Majukan Calon Kepala Daerah

0 88

BABELTODAY.COM, JAKARTA – Keputusan terbaru Mahkamah Konstitusi (MK) telah menciptakan dinamika baru dalam kancah politik Indonesia. Dalam sidang yang digelar pada Selasa (20/8) di Gedung MK, Jakarta Pusat, MK memutuskan bahwa partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mengusung calon kepala daerah meskipun tidak meraih kursi legislatif.

Putusan ini adalah hasil dari dikabulkannya sebagian gugatan perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora.

Latar Belakang Putusan

Putusan MK ini menandai perubahan penting dalam sistem demokrasi Indonesia, khususnya terkait dengan pemilihan kepala daerah (Pilkada).

Sebelumnya, Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Pilkada mengharuskan partai politik yang ingin mengusulkan pasangan calon kepala daerah harus memperoleh paling sedikit 25% dari akumulasi perolehan suara sah pada pemilu legislatif, khususnya di daerah tersebut.

Ketentuan ini hanya berlaku bagi partai politik yang berhasil mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Namun, MK menyatakan bahwa Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada tersebut bertentangan dengan prinsip demokrasi yang mengedepankan kesetaraan hak politik bagi seluruh warga negara, termasuk partai politik yang tidak berhasil meraih kursi di DPRD.

Dengan demikian, MK memutuskan bahwa partai politik yang tidak memperoleh kursi legislatif tetap memiliki hak untuk mengusulkan pasangan calon dalam Pilkada, asalkan memenuhi persyaratan suara sah sesuai dengan jumlah penduduk di daerah tersebut.

Isi Putusan MK

Dalam putusannya, MK juga mengubah isi Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada, yang menyangkut persyaratan suara sah yang harus diperoleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu untuk dapat mengusulkan pasangan calon kepala daerah.

Persyaratan tersebut kini didasarkan pada jumlah daftar pemilih tetap (DPT) di setiap provinsi, kabupaten, atau kota.

Untuk mengusulkan calon gubernur dan wakil gubernur, MK menentukan empat kategori persyaratan berdasarkan jumlah DPT:
1. Provinsi dengan DPT hingga 2 juta jiwa: Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10%.
2. Provinsi dengan DPT lebih dari 2 juta hingga 6 juta jiwa: Partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5%.
3. Provinsi dengan DPT lebih dari 6 juta hingga 12 juta jiwa: Partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5%.
4. Provinsi dengan DPT lebih dari 12 juta jiwa: Partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5%.

Untuk calon bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota, MK juga menerapkan persyaratan yang serupa, tetapi dengan angka yang disesuaikan:
1. Kabupaten/kota dengan DPT hingga 250 ribu jiwa: Partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh suara sah paling sedikit 10%.
2. Kabupaten/kota dengan DPT lebih dari 250 ribu hingga 500 ribu jiwa: Partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5%.
3. Kabupaten/kota dengan DPT lebih dari 500 ribu hingga 1 juta jiwa: Partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5%.
4. Kabupaten/kota dengan DPT lebih dari 1 juta jiwa: Partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5%.

Dampak Putusan Terhadap Pilkada

Putusan MK ini diprediksi akan membawa dampak signifikan terhadap Pilkada mendatang. Dengan adanya kebebasan bagi partai politik yang tidak mendapatkan kursi legislatif untuk tetap mengusung pasangan calon, maka peta persaingan dalam Pilkada di berbagai daerah akan semakin dinamis.

Hal ini juga memungkinkan munculnya lebih banyak alternatif calon pemimpin daerah, yang berasal dari partai-partai politik yang selama ini mungkin dianggap tidak memiliki kekuatan politik signifikan.

Selain itu, putusan ini juga membuka peluang bagi partai-partai politik baru atau partai yang tidak terlalu dominan dalam pemilu legislatif untuk menunjukkan eksistensinya melalui Pilkada.

Mereka dapat memanfaatkan basis dukungan yang ada di masyarakat, tanpa terhambat oleh kendala perolehan kursi legislatif.

Reaksi dan Tanggapan
Sejumlah pihak menyambut baik putusan MK ini. Partai Buruh dan Partai Gelora, sebagai pemohon gugatan, merasa puas dengan putusan tersebut.

Mereka menganggap keputusan ini sebagai langkah maju dalam memperkuat demokrasi di Indonesia, karena memberikan peluang yang lebih adil bagi semua partai politik, tidak terkecuali yang tidak memperoleh kursi di legislatif.

Namun, tidak sedikit pula yang memberikan kritik. Beberapa pengamat politik mengkhawatirkan bahwa putusan ini dapat memicu fragmentasi politik yang lebih luas, karena semakin banyaknya pasangan calon yang mungkin muncul di Pilkada.

Hal ini dikhawatirkan akan membuat pemilih semakin bingung dan memecah suara, sehingga sulit untuk mendapatkan calon yang benar-benar kuat dan layak memimpin daerah.

Meski demikian, MK tetap berpegang pada prinsip bahwa semua partai politik, baik yang memperoleh kursi legislatif maupun tidak, memiliki hak yang sama untuk mengusulkan pasangan calon dalam Pilkada. Prinsip ini sejalan dengan semangat demokrasi yang menghargai kesetaraan dan kebebasan berpolitik.

Putusan terbaru MK ini menjadi tonggak penting dalam perkembangan demokrasi di Indonesia. Dengan memberikan kesempatan bagi partai politik yang tidak meraih kursi legislatif untuk tetap mengusung pasangan calon kepala daerah, MK telah membuka pintu bagi lebih banyak pilihan politik bagi rakyat Indonesia.

Tentunya, hal ini akan memberikan warna tersendiri dalam Pilkada mendatang dan menjadi tantangan baru bagi partai-partai politik dalam mengatur strategi dan memenangkan hati rakyat. (KBO-Babel)

Leave A Reply

Your email address will not be published.