BabelToday.com, Medan – Pematang Siantar tengah dilanda kekhawatiran yang mendalam akibat keberadaan kartel narkoba yang diduga telah beroperasi selama lima tahun tanpa tersentuh hukum. Kawasan Bangsal, yang semestinya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi warganya, kini diselimuti ketakutan akibat dominasi jaringan narkoba yang dipimpin oleh Umar Harahap. Minggu (3/11/2024).
Masyarakat berangsur-angsur menyadari bahwa keberadaan kartel ini bukan hanya merugikan mereka secara langsung, tetapi juga mengancam masa depan generasi muda di daerah tersebut.
Umar Harahap, tokoh sentral dalam jaringan ini, dikenal luas di kalangan pelaku bisnis ilegal. Sementara itu, para kaki tangannya seperti Panjul alias Aldi, Lolok, Dahlan, dan Sengon, mengelola operasi peredaran narkoba dengan sangat terorganisir.
Mereka tidak hanya menjual barang haram ini, tetapi juga menyamarkan aktivitas ilegal mereka di balik profesi-profesi biasa, seperti tukang parkir dan penjual jambu.
Dengan modus operandi yang licik, kartel ini mengalihkan perhatian aparat penegak hukum dengan mengatur transaksi yang rumit, sehingga sulit dilacak.
Dalam berbagai kesempatan, Ketua Aliansi Masyarakat Siantar Simalungun Bersatu, Johan Arifin, mengekspresikan kepeduliannya.
Ia menegaskan bahwa keberadaan kartel narkoba ini telah merusak tatanan masyarakat. Johan mengajak kepolisian dan Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk segera melakukan tindakan tegas.
“Narkoba lebih berbahaya daripada teroris. Kita tidak bisa membiarkan situasi ini berlanjut,” tegasnya.
Ia juga mendesak keterlibatan TNI untuk mengatasi keadaan darurat narkoba di Pematang Siantar.
Kekhawatiran yang sama juga diungkapkan oleh seorang warga bernama Dani.
Ia menyarankan agar pemerintah mengalihkan aktivitas pedagang daging babi dari Jalan Merdeka ke kawasan Bangsal.
“Dengan memindahkan aktivitas perdagangan yang legal, kita bisa mengawasi peredaran narkoba lebih baik,” ujarnya.
Dani percaya bahwa kehadiran masyarakat yang aktif dapat menjadi salah satu cara untuk menghalau aktivitas ilegal yang berlangsung di kawasan tersebut.
Munculnya dugaan bahwa kartel ini mendapat perlindungan dari sosok kuat di balik layar semakin menambah kecemasan.
Banyak warga bertanya-tanya, mengapa pihak kepolisian dan BNN tampak tidak berdaya menghadapi jaringan narkoba yang begitu kuat. Ketidakberdayaan ini memunculkan spekulasi bahwa ada “raksasa” yang berperan sebagai pelindung kartel, yang membuat mereka merasa kebal hukum.
Masyarakat kini berharap agar pemerintah dan aparat penegak hukum segera mengambil langkah nyata untuk menanggulangi masalah narkoba di kawasan Bangsal.
Keberadaan kartel yang meresahkan ini tidak hanya menjadi ancaman bagi individu, tetapi juga bagi seluruh generasi muda yang menjadi tulang punggung masa depan.
Tanpa adanya tindakan tegas, kartel ini akan terus beroperasi dan merusak sendi-sendi kehidupan di Pematang Siantar.
Warga mulai mengorganisir diri untuk memberikan informasi kepada pihak berwenang mengenai aktivitas mencurigakan.
Mereka menyadari bahwa pemberantasan narkoba bukan hanya tugas aparat, tetapi juga tanggung jawab bersama.
Johan Arifin menyatakan, “Kita harus bersatu. Kartel narkoba ini adalah musuh kita bersama.”
Pemetaan masalah narkoba di kawasan Bangsal jelas menunjukkan bahwa situasi ini sudah berada dalam kondisi darurat.
Berbagai langkah proaktif, baik dari masyarakat maupun aparat, sangat dibutuhkan untuk mengatasi ancaman ini.
Tanpa upaya kolaboratif, keberadaan kartel narkoba akan terus merusak harapan dan cita-cita masyarakat Pematang Siantar.
Masyarakat kini bersatu untuk mendesak tindakan tegas dari pemerintah dan aparat penegak hukum.
Situasi ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Sudah saatnya keberanian untuk melawan kejahatan terorganisir ini ditunjukkan, agar generasi penerus bisa hidup dalam lingkungan yang lebih aman dan sehat. (Sumber: PJS Pematang Siantar, Editor : KBO Babel)