PT Limar Banyu Utama: Menghadapi Dugaan Pelanggaran dan Keterlambatan dalam Proyek Talud Pantai Samak-Pegantungan

0 155

BELITUNG, BABELTODAY – Pembangunan proyek talud pengamanan Pantai Samak-Pegantungan di Kecamatan Badau, Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), yang dibiayai oleh dana APBN senilai Rp 20.500.000.000, mengundang perhatian publik karena adanya dugaan pelanggaran dalam pelaksanaannya. Meskipun kontrak pekerjaan tersebut telah berakhir, beberapa item pekerjaan dilaporkan masih belum terselesaikan, menimbulkan kekhawatiran akan keberlangsungan dan kualitas proyek tersebut. Sabtu (25/5/2024).

Menurut narasumber yang dilaporkan oleh jejaring media Jurnalis Babel, terdapat kejanggalan dalam pembangunan konstruksi talud yang dikerjakan oleh PT Limar Banyu Utama. Narasumber tersebut menyebutkan bahwa banyak bagian dari proyek ini tidak sesuai dengan spesifikasi teknis yang tercantum dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB) kontrak pekerjaan.

Bahkan, ada indikasi bahwa beberapa material yang digunakan, seperti besi dan pasir, tidak memenuhi standar yang ditetapkan.

”Pak sebenarnya banyak pengerjaan konstruksi bangunan proyek talud ini, tidak sesuai dengan RAB dan bahan yang di pakai banyak yang tidak sesuai spesifikasi yang ada dalam RAB.”ungkap narasumber jejaring media Babel dengan meminta untuk menyebut namanya.

Selain itu, diungkapkan mantan pekerja proyek juga memberikan informasi bahwa sebagian besar material yang digunakan tidak sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan. Misalnya, penggunaan besi yang tidak memenuhi standar dengan menggantinya dengan besi cincin atau bahkan tidak menggunakan besi sama sekali.

Selain itu, penggunaan campuran pasir pantai yang kurang sesuai dalam pembuatan bes, serta penggunaan semen biasa yang tidak tahan terhadap air asin, semakin menambah keraguan akan kualitas proyek ini.
“Material yang di gunakan seperti pasir untuk membuat bes tersebut di campur antar pasir yang di beli dengan pasir pantai, terus pak kalau mereka mau mengecor isi bes murni menggunakan campuran pasir dari pantai itu,sedangkan pasir yang di beli setengahnya cuma menjadi pajangan saja pak,” ungkap M salah satu buruh proyek.

Dalam konteks ini, perusahaan pelaksana proyek, PT Limar Banyu Utama, perlu memberikan klarifikasi terkait dugaan pelanggaran yang terjadi. Publik menuntut transparansi dan kejujuran dari pihak-pihak terkait, termasuk SNVT Jaringan Sumber Air Bangka Belitung Kementerian PUPR, dalam menanggapi isu ini.

Tuntutan ini bukan semata-mata sebagai kritik, tetapi juga sebagai bentuk sosial kontrol dan partisipasi masyarakat dalam upaya memastikan bahwa pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah benar-benar berkualitas dan menguntungkan masyarakat.

Selain itu, keterlambatan dalam penyelesaian proyek juga menjadi perhatian serius. Sejauh mana perusahaan pelaksana proyek harus bertanggung jawab atas keterlambatan tersebut?

Apakah ada sanksi atau denda yang harus ditanggung oleh PT Limar Banyu Utama sebagai konsekuensi dari pelanggaran spesifikasi teknis dan keterlambatan dalam penyelesaian pekerjaan?

Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi sorotan utama dalam rangka menegakkan prinsip keadilan dan akuntabilitas dalam pengelolaan proyek-proyek pembangunan.

Hingga saat ini, media ini terus berupaya untuk mengonfirmasi dengan pihak yang berwenang terkait pelaksanaan proyek ini. Tujuannya adalah untuk memberikan informasi yang akurat dan transparan kepada publik mengenai perkembangan dan penyelesaian isu-isu yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur di daerah tersebut.

Sehingga, masyarakat dapat berperan aktif dalam mengawasi dan memastikan bahwa proyek-proyek pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah benar-benar bermanfaat bagi kepentingan bersama. (KBO Babel/Network)

Leave A Reply

Your email address will not be published.