BABELTODAY.COM, BOGOR – Prof. Dr. KH Sutan Nasomal SH, MH, seorang pemerhati permasalahan masyarakat di Puncak Bogor, menyampaikan keprihatinannya terhadap maraknya pembangunan vila mewah dan penginapan di atas tanah garapan milik negara tanpa Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Dalam pernyataannya kepada media, Prof. Sutan Nasomal mengungkapkan bahwa fenomena ini terjadi di berbagai wilayah Kecamatan Cisarua, termasuk Citeko, Cidokom 5, Desa Kopo, Desa Kuta Jaya, Pakancilan, Barusireum, Joglo, Cipendawa, Cikoneng, Hulu Ciliwung, Amper, dan Ciburial Atas.Senin (1/7/2024).
“Banyak bangunan mewah berdiri liar di atas tanah garapan yang dahulu adalah kebun teh,” ujar Prof. Sutan Nasomal.
Menurutnya, situasi ini terjadi karena diduga adanya permainan antara oknum pejabat desa dan kecamatan yang tampak kebal hukum.
“Selama 30 tahun ini, tidak ada satu pun oknum pejabat desa atau kecamatan Cisarua yang diproses hukum meskipun banyak bangunan liar berdiri di atas tanah garapan milik negara. Para pemilik bangunan tersebut tidak memiliki IMB atau sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB). Mereka bisa membangun bebas karena diduga adanya permainan oknum,” tambahnya.
Prof. Sutan Nasomal mengimbau Presiden RI dan menteri terkait untuk mengecek langsung kondisi ini bersama para pengawas. Data dari Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Pertanahan (DPKPP) Kabupaten Bogor melalui UPT Pengawasan Bangunan Wilayah 2 Ciawi mencatat lebih dari 500 bangunan berdiri di atas lahan garapan di kawasan Puncak Bogor, Kecamatan Cisarua.
“Menteri harus turun melihat langsung agar tidak selalu menerima laporan ABS (asal bapak senang) dari pihak-pihak yang diduga bermain,” tegasnya.
Ia juga menyoroti bagaimana bangunan vila atau perusahaan mewah di atas tanah garapan yang dahulu milik perkebunan teh kini menjadi ladang basah untuk investasi.
“Bangunan-bangunan ini bebas diperjualbelikan atau dikomersilkan,” katanya. Prof. Sutan Nasomal menilai hilangnya peraturan yang melarang berdirinya bangunan vila mewah atau perusahaan di atas tanah garapan sebagai bukti lemahnya pengawasan dan penertiban.
“Apalagi bangunan tersebut tidak memiliki IMB tetapi dibiarkan membangun, merusak fungsi hutan atau perkebunan teh,” tambahnya.
Wilayah yang seharusnya dipertahankan sebagai hutan atau wilayah resapan air banyak yang berganti fungsi menjadi area komersial.
Prof. Sutan Nasomal menegaskan pentingnya penegak peraturan bertindak tegas dan adil tanpa pilih kasih. Ia menyayangkan bahwa masyarakat kecil yang berjualan di sepanjang pinggir jalan Gunung Mas dirubuhkan, sementara vila mewah dan perusahaan besar dibiarkan berdiri di atas tanah garapan milik negara.
“Masyarakat kecil dirugikan dengan penertiban yang pilih kasih, sementara para pemilik vila mewah dan perusahaan besar tampak diistimewakan. Ini adalah bentuk ketidakadilan yang nyata,” tuturnya.
Dengan adanya permasalahan ini, Prof. Sutan Nasomal berharap Presiden RI beserta jajaran menteri terkait dapat mengambil langkah nyata untuk menegakkan hukum dan melindungi lahan negara dari penyalahgunaan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
“Penegakan hukum harus dilakukan tanpa pandang bulu. Presiden dan menteri terkait harus memastikan bahwa lahan negara digunakan sesuai dengan peruntukannya dan tidak dikuasai oleh pihak-pihak yang hanya mementingkan keuntungan pribadi,” kata Prof. Sutan Nasomal.
Dalam penutupnya, Prof. Sutan Nasomal menegaskan bahwa tindakan tegas dari pemerintah diperlukan untuk mengembalikan fungsi asli lahan garapan di Puncak Bogor sebagai area resapan air dan hutan.
“Ini adalah langkah penting untuk menjaga kelestarian lingkungan dan mencegah kerusakan yang lebih parah di masa depan. Pemerintah harus bertindak sekarang sebelum terlambat,” tutupnya.
Melalui perhatian dan tindakan tegas dari pemerintah, diharapkan masalah ini dapat segera diselesaikan demi kepentingan masyarakat luas dan kelestarian lingkungan di Puncak Bogor. (KBO Babel)