BabelToday.com, Bangka Tengah – Aktivitas tambang timah ilegal di Desa Teru, Kabupaten Bangka Tengah, menjadi sorotan masyarakat. Berlokasi hanya dua meter dari jalan raya, tambang ini menggunakan alat berat berwarna oranye merk Hitachi dan berada dekat dengan tiang listrik PLN. Selain itu, tambang tersebut sengaja ditutup plastik polibek hitam untuk menghindari pantauan aparat penegak hukum (APH) dan warga. Kamis (9/1/2025).
Warga sekitar, termasuk Yanto, menyampaikan keresahannya atas dampak tambang ini terhadap infrastruktur. “Pinggir jalan benar ditambang. Tolong Pak Kapolres segera bertindak. Jangan sampai menunggu jalan roboh baru ada razia,” ujar Yanto, kepada jejaring media ini, Rabu (08/01/25).
Yanto juga menyoroti dugaan perlakuan berbeda terhadap penambang kecil. “Kalau rakyat kecil yang nambang, pasti langsung disikat. Tapi yang seperti ini dibiarkan. Sangat tidak manusiawi,” tegasnya.
Diduga Melibatkan Oknum Aparat TNI
Ketika dikonfirmasi, Kapolres Bangka Tengah, AKBP Pradana Aditya, mengarahkan wartawan untuk berkoordinasi dengan Detasemen Polisi Militer (Denpom), mengindikasikan adanya keterlibatan oknum TNI.
“Silakan koordinasi tindak lanjutnya ke pihak Denpom terkait,” ucap Kapolres via WhatsApp.
Pernyataan ini memicu kekecewaan masyarakat yang menilai lemahnya tindakan kepolisian terhadap tambang yang jelas-jelas melanggar hukum dan mengancam fasilitas publik.
Peraturan yang Dilanggar dan Sanksi
Aktivitas tambang ilegal ini melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan, antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
o Pasal 158 menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan kegiatan penambangan tanpa izin dapat dipidana dengan penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.
2. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
o Pasal 63 ayat (1) mengatur bahwa setiap orang yang merusak jalan atau mengganggu fungsi jalan dapat dikenakan sanksi pidana maksimal 18 bulan penjara atau denda maksimal Rp1,5 miliar.
3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer
o Pasal 68 ayat (2) menegaskan bahwa oknum TNI yang terbukti melanggar hukum pidana umum dapat diadili di peradilan militer, dengan ancaman pidana sesuai tindakannya.
Jika terbukti oknum TNI terlibat dalam mendukung aktivitas tambang ilegal, mereka melanggar Pasal 126 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) yang mengatur tindakan indisipliner dan penyalahgunaan wewenang. Sanksinya dapat berupa penurunan pangkat, penahanan, hingga pemecatan tidak hormat.
Lemahnya Penindakan Kepolisian
Kapolres Bangka Tengah terkesan menghindar dari tanggung jawab dengan mengarahkan tindak lanjut kepada Denpom.
Padahal, kepolisian memiliki kewenangan untuk menindak segala bentuk pelanggaran hukum yang terjadi, termasuk melibatkan institusi lain.
Hal ini sesuai dengan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang menyatakan bahwa tugas pokok kepolisian adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Lemahnya tindakan kepolisian dapat menjadi preseden buruk dan merusak kepercayaan publik terhadap penegakan hukum.
Harapan Warga dan Teguran bagi Pemilik Tambang
Hingga berita ini ditulis, pemilik tambang belum memberikan keterangan. Diharapkan, pemilik tambang segera menghentikan aktivitasnya untuk menghindari kerusakan infrastruktur dan potensi bahaya bagi pengguna jalan.
Masyarakat mendesak aparat penegak hukum untuk bertindak tegas tanpa tebang pilih. Aparat yang terlibat harus diusut dan diproses hukum agar tidak ada lagi perlakuan istimewa terhadap pelaku pelanggaran hukum.
“Transparansi dan ketegasan sangat penting untuk menjaga kepercayaan rakyat terhadap hukum. Jangan sampai rakyat kehilangan kepercayaan,” tutup Yanto dengan nada tegas. (Sandy Batman/KBO Babel)