BabelToday.com, Palembang – Kasus dugaan kredit macet kembali menghantam Bank Sumsel Babel (BSB). Kali ini, kasus yang pertama kali mencuat pada September 2022 kembali menjadi sorotan usai Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB) pada 6 Maret 2024. Dalam rapat tersebut, terjadi pergantian jajaran direksi dan komisaris. Namun, langkah perombakan ini justru memunculkan kembali isu yang sempat tenggelam. Jumat (10/1/2025).
Dalam RUPS LB tersebut, empat pejabat baru diumumkan, yakni Riera Echorynalda sebagai Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko, Suroso Djailani sebagai Direktur Operasional (keduanya masih menunggu lulus Fit and Proper Test dari Otoritas Jasa Keuangan/OJK), Edward Chandra sebagai Komisaris Utama, dan Fery Afriyanto sebagai Komisaris Non-Independen.
Divisi Sekretaris Perusahaan BSB, Ahmad Azhari, menyatakan bahwa pergantian ini bertujuan memperkuat manajemen risiko dan tata kelola kepatuhan bank.
Namun, salah satu nama direksi baru justru diduga memiliki rekam jejak buruk terkait kasus kredit macet yang melibatkan PT Coffindo.
Perusahaan ini menerima fasilitas Kredit Modal Kerja (KMK) sebesar Rp50 miliar dengan agunan tanah seluas satu hektar di Medan dan rumah di Jakarta. Hingga kini, kredit tersebut telah masuk kategori kolektibilitas lima (lebih dari 180 hari tanpa pembayaran bunga maupun pokok).
Indikasi Mafia Kredit di Balik PT Coffindo
Koordinator Komunitas Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (K MAKI), Bony Balitong, mengungkapkan bahwa pemberian kredit kepada PT Coffindo diduga sarat pelanggaran prinsip kehati-hatian. Bahkan, ia menuding adanya peran mafia kredit di dalam tubuh manajemen Bank Sumsel Babel.
“Kredit sebesar itu diberikan kepada nasabah baru tanpa menilai risiko secara matang. Kantor pusat PT Coffindo di Medan pun sulit terpantau, sehingga kredit ini sangat berisiko dan tidak layak diberikan,” ujar Bony dilansir dari LinkSumsel.com.
Ia juga menambahkan, PT Coffindo kabarnya telah menerima fasilitas kredit serupa dari empat bank lain, termasuk BNI, BRI, Exim, dan Maybank. Diduga, kredit ini digunakan untuk menutupi bunga di bank lain.
Bony menyebut bahwa agunan yang dijaminkan oleh PT Coffindo patut diragukan nilainya. Ia mendesak aparat penegak hukum untuk segera memeriksa dan menahan sejumlah direksi Bank Sumsel Babel yang terlibat, termasuk berinisial A, M, RE, S, dan AN.
“Kita butuh tindakan tegas dari Polda Sumsel agar kasus ini tidak menguap begitu saja,” tegasnya.
PT Coffindo dan Status Kepailitan
Sementara itu, rekam jejak PT Coffindo menunjukkan bahwa perusahaan ini telah dinyatakan pailit oleh Mahkamah Agung (MA).
Berdasarkan Putusan PN Medan Nomor 1/Pdt.Sus-Renvoi Prosedur/2019/PN Niaga Mdn, perusahaan ini tidak memiliki kapasitas legal untuk mengajukan bantahan terkait daftar tagihan kreditur.
Putusan MA Nomor 1106 K/Pdt.Sus-Pailit/2019 juga menetapkan total utang PT Coffindo sebesar Rp241 miliar.
Fakta ini menambah pertanyaan besar mengenai keputusan Bank Sumsel Babel memberikan kredit kepada perusahaan dengan risiko tinggi dan rekam jejak buruk.
Respons Bank Sumsel Babel
Saat dikonfirmasi, Penjabat Sementara Sekretaris Perusahaan BSB Ahmad Azhari mengaku masih mempelajari kasus ini.
“Kami tidak bisa langsung memberikan komentar karena peristiwa ini sudah cukup lama,” ujarnya.
Azhari menambahkan bahwa kredit macet bukan hal baru di dunia perbankan, meskipun ia menegaskan bahwa kasus seperti ini jarang melibatkan pelanggaran hukum.
Menurut Azhari, proses pencairan kredit di bank melibatkan banyak departemen, sehingga kemungkinan terjadinya kredit fiktif sangat kecil.
Meski begitu, ia memastikan bahwa pihaknya akan meninjau kembali mekanisme pemberian kredit untuk menghindari kejadian serupa.
Evaluasi dari DPRD Sumsel
Ketua Komisi III DPRD Sumsel, Tamtama, SH, meminta Bank Sumsel Babel untuk lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit. Ia menegaskan bahwa prinsip kehati-hatian harus menjadi prioritas utama, terutama dalam menghadapi nasabah baru.
“Kami belum mengetahui secara detail kasus ini. Namun, dari laporan yang kami terima, kinerja Bank Sumsel Babel secara umum masih tergolong baik dengan angka Non-Performing Loan (NPL) di bawah tiga persen,” ujar Tamtama.
Politisi Partai Demokrat ini juga mengingatkan pentingnya memprioritaskan kredit produktif, seperti untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Menurutnya, kredit untuk UMKM memiliki dampak langsung yang positif bagi masyarakat.
“Kredit usaha kecil jangan dipersulit, justru harus diutamakan agar manfaatnya dirasakan oleh banyak orang,” tutupnya.
Tantangan bagi Manajemen Baru
Pergantian jajaran direksi dan komisaris di Bank Sumsel Babel diharapkan mampu membawa perubahan signifikan dalam pengelolaan manajemen risiko dan tata kelola perusahaan.
Namun, kasus kredit macet PT Coffindo menjadi batu uji pertama bagi manajemen baru untuk menunjukkan komitmen terhadap transparansi dan integritas.
Ke depan, Bank Sumsel Babel harus memastikan bahwa seluruh proses pemberian kredit dilakukan sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
Kolaborasi dengan regulator dan aparat penegak hukum juga diperlukan untuk menyelesaikan kasus ini secara tuntas dan mencegah praktik serupa terjadi di masa depan. (Adinda/KBO Babel)