Kapolda Babel Bantah Kurang Tuntas Tangani Kasus Pasir Timah Ilegal: Program Presisi Jadi Solusi

0 8

Babeltoday.com, Pangkalpinang – Kasus pengiriman pasir timah ilegal yang marak belakangan ini kembali mendapat sorotan tajam. Inspektur Jenderal Hendro Pandowo, Kepala Polda Kepulauan Bangka Belitung, membantah tudingan bahwa pihaknya tidak tuntas dalam menangani permasalahan tersebut. Selasa (31/12/2024).

Tanggapan ini dilontarkan setelah Polda Bangka Belitung mendapat kritikan karena hanya menyelesaikan perkara hingga penangkapan sopir truk yang membawa muatan pasir timah ilegal, tanpa menindaklanjuti pemilik tambang, kolektor, hingga smelter yang menampung hasil selundupan itu.

Dalam rilis kinerja akhir tahun yang digelar pada Senin, 30 Desember 2024, Hendro menegaskan bahwa langkah-langkah untuk mengungkap lebih jauh kasus pengiriman pasir timah ilegal terus dilakukan. “Lihat saja berapa banyak data yang telah diungkap pada 2023 dan 2024,” ujarnya.

Hendro menyampaikan bahwa pengungkapan kasus tersebut memerlukan informasi yang lebih rinci, terutama untuk mengungkap aktor-aktor di balik penyelundupan yang dilakukan dari Pulau Belitung ke Pulau Bangka, dan selanjutnya ke Jakarta.

Namun, tantangan terbesar bagi pihak kepolisian adalah keterbatasan informasi yang bisa didapatkan serta kesulitan dalam melakukan penyergapan.

“Anggota menghadapi kesulitan untuk melakukan penangkapan. Untuk itu, saya sudah perintahkan jajaran untuk meningkatkan patroli,” jelasnya.

Dalam kesempatan itu, Hendro juga menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam membantu aparat penegak hukum.

“Jika ada informasi yang diterima oleh media atau masyarakat, kami sangat mengharapkan untuk segera disampaikan kepada kami. Polda Bangka Belitung akan bertindak tegas,” tandasnya.

Meskipun ada pengakuan tentang tantangan dalam mengungkap pelaku utama dalam kasus ini, Hendro mengungkapkan optimisme bahwa pihaknya akan terus berkomitmen dalam memberantas pengiriman pasir timah ilegal.

Data yang disampaikan menunjukkan adanya penurunan signifikan dalam kasus terkait kekayaan negara pada sektor pertambangan ilegal, yakni dari 116 kasus pada 2023 menjadi 96 kasus pada 2024.

Namun, kritikan terhadap penanganan kasus ini terus muncul. Direktur Bangka Belitung Resource Institute (BRINST), Teddy Marbinanda, mengungkapkan kekecewaannya terhadap kinerja Polda Bangka Belitung dalam menangani kasus tersebut.

Menurutnya, Polda seharusnya mampu mengungkap tuntas kasus ini dari hulu ke hilir, mulai dari penambang ilegal hingga smelter yang menerima barang hasil ilegal tersebut.

“Penegakan hukum jangan berhenti di sopir truk saja, karena itu terlalu sederhana. Barang ini bukan barang kecil,” tegas Teddy.

Teddy juga menyoroti bahwa penegakan hukum seharusnya tidak terhambat oleh kesulitan teknis. “BRINST yakin, Polda Bangka Belitung memiliki kemampuan dan pengalaman dalam menyelidiki kasus timah. Apalagi, Kapolda dan Direktur Reskrimsus yang baru memiliki potensi untuk menyelesaikan kasus ini,” ujar Teddy.

Dari pemantauan BRINST, sebagian besar pasir timah ilegal ini berasal dari aktivitas pertambangan ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah yang beroperasi di Pulau Belitung.

Dugaan BRINST terkait aktivitas pertambangan ilegal ini ternyata tidak meleset. Mereka sempat berasumsi bahwa pasir timah ilegal yang diselundupkan akan dibawa ke luar negeri, namun ternyata dipindahkan ke smelter swasta di Pulau Bangka yang memiliki persetujuan RKAB (Rencana Kerja Anggaran Biaya). Ini terjadi karena tidak ada smelter aktif di Pulau Belitung.

“Aktivitas ilegal ini dilakukan secara terang-terangan, bahkan melalui pelabuhan resmi. Pasir timah diselipkan di antara muatan resmi dalam truk dan dikirim menggunakan kapal jenis roro melalui Pelabuhan Sadai ke Bangka,” ungkap Teddy.

Modus operandi penyelundupan pasir timah ini pun semakin jelas. Surat jalan yang digunakan untuk mengangkut barang ilegal ini seolah menunjukkan bahwa pasir timah tersebut berasal dari IUP smelter yang sah, padahal sebenarnya itu adalah barang hasil pertambangan ilegal.

Menghadapi masalah ini, program Presisi yang dicanangkan oleh Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, seharusnya bisa menjadi solusi untuk meningkatkan efektivitas penegakan hukum terhadap tindak pidana pertambangan ilegal.

Program Presisi—Presisi Polri untuk mendekatkan diri dengan masyarakat—berfokus pada peningkatan akuntabilitas dan transparansi dalam penanganan kasus.

Salah satu cara yang dapat dioptimalkan adalah dengan menggali informasi yang lebih dalam dari masyarakat dan memperkuat koordinasi antar instansi terkait, seperti Kementerian ESDM dan Ditjen Minerba, untuk mengungkap jaringan penyelundupan yang melibatkan banyak pihak.

Penyelidikan yang lebih menyeluruh terhadap seluruh rantai pasokan pasir timah ilegal harus menjadi fokus utama, bukan hanya menghukum sopir truk yang membawa barang tersebut.

Dengan mengimplementasikan prinsip transparansi dan akuntabilitas dari program Presisi, penegakan hukum dalam kasus ini bisa lebih efektif dan memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan lingkungan.

Hanya dengan langkah tegas, sistematis, dan melibatkan seluruh elemen masyarakat, masalah penyelundupan pasir timah ilegal ini dapat diberantas secara menyeluruh. (Red/*)

Leave A Reply

Your email address will not be published.