Kotak Kosong Jadi Isu Hangat dalam Dialog Publik Pengawasan Keterbukaan Informasi Pilkada Babel
Editor: Ichsan Mokoginta Dasin
BABELTODAY.COM, PANGKALPINANG–Dialog Publik Pengawasan Keterbukaan Informasi Publik pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 yang digelar oleh Komisioner Komisi Informasi (KI) Pusat, Senin (14/10/2024) di Hotel Grand Safran Pangkalpinang, diwarnai dengan diskusi hangat menyikapi fenomena kotak kosong pada Pilkada Bangka Belitung 2024.
Dialog dengan dua narasumber yakni Anggota Komisioner KI Pusat, Syawaludin, dan Asdep Pengelolaan Pemilu dan Penguatan Parpol Kedeputian Politik dalam Negeri Kemenko Polhukam RI, Brigjend Haryadi itu, dihadiri oleh Ketua dan Anggota KI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Ketua DKPP RI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, KPU dan Bawaslu Bangka Belitung, perwakilan tokoh masyarakat, akademisi IAIN SAS, UBB, Unmuh dan Pertiba, serta lima perwakilan media yakni Trasberita.com, Bangka Pos, LKBN Antara, LPP TVRI dan LPP RRI.
Brigjen Haryadi selaku pembicara pertama fokus kepada persoalan bahwa pilkada serentak di tanah air harus berlangsung aman, kondusif dan terkendali.
“Serawan apapun kondisinya, pilkada ini harus berlangsung aman, kondusif dan terkendali. Dengan pilkada yang aman, semuanya akan nyaman,” katanya.
Ia juga menyebut, pemerintah akan bertanggung jawab terkait kebutuhan dari penyelenggara pilkada.
“Khususnya soal pendanaan dan beberapa hal yang urgen lainnya, akan diprioritaskan untuk dipenuhi. Saya pikir sampai detik ini tak ada kendala,” imbuhnya.
Jenderal bintang satu ini menegaskan, untuk mendukung berjalannya pilkada yang baik dan sesuai harapan rakyat, Menko Pulhukam RI telah mengoptimalkan sentra gakkumdu di seluruh Indonesian sehingga dapat digunakan sebagai layanan pengaduan terkait pilkada.
Sementara itu, Komisioner KI Pusat, Syawaludin memantik jalannya dialog dengan menyoroti masalah kerawanan pelaksanaan Pilkada serentak 2024 di sejumlah wilayah RI.
“Dialog yang yang sama juga kami laksanakan di Aceh, Sumenep dan Sulawesi Tenggara, karena tingkat kerawanan terbilang cukup tinggi. Begitu juga di Bangka Belitung, di mana di tiga daerahnya terdapat calon tunggal versus kotak kosong. Ini fenomena pertama yang terjadi di Pilkada Babel, karena itu menarik untuk kita bahas,” ujarnya.
Mantan jurnalis Suara Bangka dan SKM Bangka Ekspres itu menyebut keterbukaan informasi merupakan wujud atau makna demokrasi yang sesungguhnya.
“Hanya dengan informasi yang luas dan benar yang diterima masyarakatlah maka akan meningkatkan layanan akuntabilitas yang baik dan partisiapsi yang baik, yakni partisipasi yang tumbuh dengan adanya kepercayaan. Tanpa info yang baik dari pihak penyelenggara, mustahil pemilu dan partisipasi masyarakat akan berlangsung baik,” ujarnya.
Oleh sebab itu, lanjut Syawal, KI Pusat bertanggung jawab mendorong keterbukaan informasi dalam pelaksanaan pilkada di Babel.
“Urgensi keterbukaan pemilukada adalah bahwa hak masyarakat itu dititipkan pada badan publik penyelenggara pemilu,” jelasnya.
Oleh sebab itu, kata Syawal, masyarakat jangan sungkan untuk bertanya dan mendapatkan informasi kepada badan publik penyelenggara pilkada karena ini merupakan hak masyarakat.
“Badan publik ini wajib memberikan layanan informasi yang baik dan transparan. Semua akses terkait pilkada, baik regulasi dan proses pilkada wajib diketahui oleh masyarakat termasuk soal proses penanganan pelanggaran dan sengketa pilkada jika ada. Masyarakat wajib dan tak usah takut untuk bertanya dan mengetahui informasi itu,” imbuhnya.
Begitu juga dalam kondisi pilkada yang menghadirkan calon tunggal versus kotak kosong, menurut Syawal, penyelenggara pilkada harus betul-betul adil dalam memberikan dan menyebarkan informasi.
“Penyelenggara pilkada mesti adil memberikan informasi terkait kotak kosong atau kolom kosong ini, sehingga masyarakat berkesempatan mendapatkan informasi yang benar dan maksimal tentang apa itu kotak kosong. Sebab memilih kotak kosong juga hak masyarakat dan tidak melanggar demokrasi,” ulas mantan Anggota KPU Bangka Belitung dua periode ini.
Dalam sesi diskusi, Maulana perwakilan tokoh masyarakat mengatakan, fenomena kotak kosong sebenarnya sangat tidak baik dalam kehidupan demokrasi.
“Harusnya ini tidak terjadi, dan masyarakat mestinya disuguhkan dengan pilihan-pilihan calon yang secara kualitas sangat kompetitif. Ini akibat oligarki kekuasaan yang sedang mengancam demokrasi kita,” tegas Maulana.
Kemunduran Demokrasi
Mantan Ketua Bawaslu Kota Pangkalpinang, Ida Komala, mengaku miris dengan fenomena kotak kosong yang menurutnya sedang diperlakukan secara tak adil dan diskriminatif.
“Tak saja soal penyebaran informasi tentang kotak kosong yang sangat minim. Namun upaya masyarakat untuk mengkampanyekan kotak kosong sangat terbatas bahkan terkesan dihalangi karena kotak kosong bukan sebagai peserta pemilu. Sementara calon tunggal, sangat leluasa. Begitu juga terkait debat calon, kotak kosong tak dilibatkan dalam debat. Parahnya lagi, siapa yang nanti bakal mengawasi atau mengawal suara kotak kosong ini, apa kita bisa menaruh kepercayaan terhadap pihak penyelenggara?,” tandas Ida.
Bagi Ida, fenomena kotak kosong adalah bentuk kemunduran dari demokrasi itu sendiri.
“Khusus di Kota Pangkalpinang, di beberapa pilkada sebelumnya, kita dihadapkan dengan banyak pilihan yakni calon-calon yang qualified. Tapi pilkada kali ini pilihan kita sangat dibatasi dengan hadirnya calon tunggal,” sesalnya.
Akademisi Universitas Bangka Belitung, Dr. Jeanne Darc Noviayanti Manik menduga, fenomena calon tunggal versus kotak kotak kosong muncul disebabkan oleh beberapa hal.
“Pertama, bisa jadi disebabkan mahar politik yang terlalu tinggi sehingga tak terjangkau dan tak bisa jadi calon. Kedua, karena adanya unsur like and dislike terhadap figur tertentu sehingga parpol tidak mengikutsertakan figur ini sebagai calon. Ketiga, bisa jadi karena figurnya yang kurang pendekatan dengan parpol. Dan keempat, sikap atau tindakan parpol yang berkehendak sendiri (tanpa mengindahkan aspirasi masyarakat terhadap figur tertentu) dan ramai-ramai fokus dan mendukung satu paslon tertentu,” ungkap Jeanne.
Sikap parpol yang ramai-ramai mendukung satu paslon ini, menurut Jeanne, bukanlah suatu yang baik dalam proses berdemokrasi.
“Harusnya ada kompetisi, ini sangat tidak baik kalau berulang terjadi. Karena berdasarkan pengamatan kami, banyak figur yang siap diusung yang ditandai dengan pemasangan baliho dimana-mana. Bahkan ada dari mereka ini memang orang-orang berkualitas dan benar-benar diusung oleh masyarakat. Tetapi kenapa tak dilirik oleh partai? Nah ini masalahnya, ada apa dengan parpol kita,” tukas Jeanne.
Dari perwakilan media, Redaktur Eksekutif Trasberita.com, Ichsan Mokoginta Dasin, berharap agar Komisi Informasi baik di daerah maupun pusat mendapat ruang yang sebesar-besarnya terhadap keterbukaan informasi dalam pilkada di Babel.
Selaku awak media ia mengaku memiliki pengalaman buruk dengan salah satu penyelenggara pilkada di awal tahapan pilkada beberapa waktu lalu.
“Di awal tahapan pilkada beberapa bulan lalu, kami menyoroti kebijakan salah satu pihak penyelenggara pilkada yang meloloskan anggota PPS diduga terapiliasi bahkan masih terdaftar sebagai anggota parpol. Kita terus kejar kasus itu, hingga mungkin karena merasa ‘terganggu’ ketua penyelenggara itu tak mau jawab setiap kali dikonfirmasi dan akhirnya memblokir nomor kontak kami. Nah KI juga harus masuk dalam ranah ini untuk membantu kawan-kawan media sehingga tak ‘terhalang’ mendapatkan konfirmasi,” bebernya.
Terkait fenomena kotak kosong, Ichsan berpendapat bahwa hal tersebut terjadi karena bobroknya sistem perpolitikan di tanah air dengan hegemoni parpol yang tak mengindahkan lagi aspirasi dari rakyat maupun konstituennya.
“Bayangkan, ada kadernya sendiri yang benar-benar berkualitas, mempuni dan layak diusung, malah tidak dilirik. Mereka justru kepincut figur lain yang juga sudah diusung oleh parpol lain dan bersama-sama mengusungnya sehingga muncullah calon tunggal. Ini kan sudah tak sehat,” katanya.
Temuan Pelanggaran
Ketua DKPP RI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Dr. Iskandar, dalam kesempatan tersebut melaporkan jika pihaknya menemukan sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara pilkada di Bangka Belitung.
Sejauh ini, kata dia, temuan tersebut sedang diproses dan didalami.
“Ada dua kasus pelanggaran yang tergolong fatal. Tapi masih didalami dan diproses. Keduanya dilakukan oleh salah satu penyelenggara pilkada,” ujar Iskandar namun tidak menyebutkan jenis pelanggaran dan lembaga penyelenggara pilkada yang dimaksud.
Di akhir dialog, kedua narasumber memberikan closing statement bahwa sekecil apapun informasi yang diperoleh dalam dialog tersebut akan dibawa ke pusat untuk dibicarakan lebih lanjut. (Red/*)