Menuntut Akuntabilitas Pengelolaan Aset Negara: Kasus RSUP Dr. Soekarno dan Dampaknya pada Masyarakat (Editorial)
BabelToday.com (Editorial) – Kerusakan fasilitas gerbang pos jaga di Rumah Sakit Umum Provinsi (RSUP) Dr. Ir. Soekarno, Bangka Belitung, menjadi sorotan tajam karena mencerminkan pembiaran dalam pengelolaan aset negara. Pos jaga yang dulunya menjadi simbol keamanan dan estetika kini berubah menjadi saksi bisu kelalaian, dengan jendela kaca pecah, plafon berlubang, dan serpihan kaca berserakan. Lebih dari sekadar kerusakan fisik, ini adalah bukti kegagalan manajemen publik yang seharusnya menjadi penjaga amanah rakyat.
Pembiaran yang Berlarut-larut
Fakta bahwa kerusakan ini telah berlangsung hampir dua tahun tanpa upaya perbaikan menimbulkan pertanyaan serius mengenai tanggung jawab manajemen RSUP Dr. Soekarno. Pembiaran ini mencerminkan lemahnya pengawasan internal dan ketidaktahuan terhadap aturan hukum yang berlaku.
Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, diatur bahwa setiap pengelola barang milik negara wajib menjaga dan memelihara barang tersebut agar tetap dalam kondisi baik serta dapat dimanfaatkan untuk kepentingan publik. Melanggar ketentuan ini, menurut Pasal 9 UU yang sama, dapat dianggap sebagai tindakan yang berpotensi merugikan keuangan negara.
Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah menegaskan bahwa barang milik negara harus dikelola dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi. Kerusakan dan hilangnya fasilitas publik di RSUP Dr. Soekarno menunjukkan lemahnya implementasi prinsip-prinsip tersebut.
Kerugian yang Meluas
Kerugian dari pembiaran ini tidak hanya berupa penurunan kualitas layanan rumah sakit, tetapi juga dampak psikologis dan sosial bagi masyarakat. Pos jaga yang sempat menjadi tempat anak-anak berkumpul untuk kegiatan tidak produktif menunjukkan degradasi fungsi aset publik. Hilangnya kursi taman di sepanjang Jalan Lintas Timur juga menjadi bukti lain bahwa aset negara tidak dikelola dengan baik, merampas hak masyarakat untuk menikmati fasilitas umum.
Pembiaran ini juga melanggar amanat Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyatakan bahwa setiap perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. Jika kelalaian ini terbukti menyebabkan kerugian negara, maka pihak manajemen rumah sakit dapat dimintai pertanggungjawaban hukum.
Tanggung Jawab dan Sanksi Hukum
Sebagai lembaga publik, RSUP Dr. Soekarno wajib mempertanggungjawabkan pengelolaan asetnya. Jika ditemukan bukti pembiaran, maka sanksi administratif hingga pidana dapat dikenakan kepada pihak yang bertanggung jawab. Dalam Pasal 3 UU Tipikor, setiap pejabat publik yang menyalahgunakan kewenangannya sehingga merugikan keuangan negara dapat dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun, serta denda paling banyak Rp1 miliar.
Tidak cukup hanya berhenti pada kritik dan tuntutan dari masyarakat atau LSM seperti TOPAN-RI, pengawasan terhadap pengelolaan aset negara harus dilakukan secara menyeluruh. Keterlibatan legislatif, seperti DPRD, sangat diperlukan untuk memastikan adanya audit independen dan penegakan hukum yang tegas terhadap pihak yang lalai.
Langkah Ke Depan: Kolaborasi untuk Perubahan
Kasus ini seharusnya menjadi momentum bagi pemerintah daerah untuk mengevaluasi sistem pengelolaan aset negara. Perbaikan tidak hanya membutuhkan anggaran, tetapi juga komitmen manajemen untuk menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab. Audit rutin, transparansi dalam pelaporan kerusakan, dan pemberian sanksi tegas terhadap pelanggaran adalah langkah-langkah yang harus segera diambil.
Selain itu, masyarakat juga dapat berperan aktif dalam mengawasi pengelolaan aset negara. Dengan melibatkan masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, dan media, transparansi dapat ditingkatkan, sehingga kasus serupa tidak terulang di masa depan.
Mengembalikan Kepercayaan Publik
Aset negara adalah hasil jerih payah rakyat. Setiap fasilitas yang rusak atau hilang tanpa penanganan bukan hanya melambangkan kelalaian, tetapi juga pengkhianatan terhadap kepercayaan publik. Dengan memastikan pengelolaan aset yang lebih baik, pemerintah daerah dan instansi terkait tidak hanya melindungi barang milik negara tetapi juga menjaga kepercayaan masyarakat.
Sudah saatnya pengelolaan aset negara di Bangka Belitung, termasuk RSUP Dr. Soekarno, menjadi contoh bagaimana pemerintah dapat bertanggung jawab kepada rakyatnya. Dengan demikian, pembangunan tidak hanya menjadi simbol fisik, tetapi juga manifestasi dari komitmen pemerintah terhadap kesejahteraan masyarakat. (Redaksi KBO Babel)