Penambang Rakyat: Korupsi, Solusi, Garansi, atau Mati Tergilas!?

Penulis: Mung H, S.E.

0 1,048

BABELTODAY.COM, BANGKA BELITUNG – Dilema kejahatan korupsi yang merugikan keuangan negara begitu besar, menjadikan suatu negara maupun daerah yang mana masyarakatnya selalu kena imbas. Sengsaranya masyarakat seakan diikuti hilangnya pekerjaan dalam semua aspek yang berhubungan dengan mata pencaharian mereka.

Bisnis culas yang mengarah pada tindakan korupsi tata niaga pengelolaan tambang timah di Bangka Belitung sangat timpang dengan kontribusi nilai ekonomi pertambangan di Provinsi tersebut. Estimasi kerugian negara berjumlah ratusan triliun rupiah, sedangkan sumbangan sektor ekstraktif berikut industri pengolahannya bagi daerah sangatlah kecil dibanding dengan dampak buruknya.

PT Timah (Persero) Tbk sebagai pengemban tugas tata kelola niaga timah yang seharusnya menjadi tameng atas kasus korupsi tersebut malah menjadi pangkal kejahatan penentuan kebijakan tata kelola niaga timah dengan ikut serta berkolusi dalam pusaran tindak pidana korupsi, yaitu dengan ditetapkannya MRPT selaku Dirut PT Timah Tbk. periode 2016-2021 sebagai tersangka.

PT. Timah yang bertanggung jawab terhadap kegiatan hulu hingga hilirisasi komoditas timah di Indonesia mendapat sorotan tajam terkait aksi kecurangan yang merugikan keuangan negara. Terdapat beberapa oknum di badan usaha plat merah itu yang mengakomodasi kegiatan penambangan timah ilegal pada wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT. Timah Tbk.

Banyak pakar maupun ahli pertambangan yang merangkum penyalahgunaan wewenang dalam implementasi peraturan daerah maupun kebijakan yang salah akan tata niaga pengelolaan sumber daya alam timah.

Hilirisasi yang dicanangkan Presiden Jokowi dalam pengelolaan sumber daya alam yang ada di Indonesia, sepertinya belum mampu dilaksanakan sepenuhnya oleh para pemangku jabatan di Bumi Serumpun Sebalai dengan membiarkan cukong-cukong pemain timah daerah hingga pusat menggerus dan merampok keuangan negara dalam pengelolaan sektor pertambangan timah. Dengan berbagai intrik culas dan dibantu oknum-oknum pejabat daerah dan oknum pejabat PT Timah itu sendiri, dimana tata kelola niaga timah jadi ladang mereka mengeruk keuntungan dengan meninggalkan banyak persoalan.

Dilain sisi, masyarakat yang setiap hari harus berjibaku memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bergantung pada pertambangan rakyat, harus gigit jari menunggu action kebijakan pemerintah pusat maupun daerah dalam menetapkan juknis pelaksanaan IPR yang WPR-nya sudah diterbitkan untuk beberapa wilayah di Bangka Belitung.

Rakyat penambang tidak menuntut banyak, mereka hanya minta pemerintah pusat maupun daerah mengakomodir kegiatan mereka agar menjadi legal tanpa meninggalkan persoalan seperti sebelumnya.

Petunjuk Teknis (Juknis) IPR yang sampai saat ini masih menggantung di Pemerintah Pusat, sangatlah dinanti masyarakat agar mereka dapat melakukan kegiatan panambangan secara tenang tanpa dikejar-kejar aph ataupun melanggar ketentuan perundang-undangan tentang pertambangan.

Perlunya pengaturan hilirisasi yang digagas para penggerak serta tokoh masyarakat selama beberapa kali audiensi dengan pejabat daerah maupun pusat belum menunjukkan adanya titik terang dalam pelaksanaannya serta petunjuk teknisnya.

Peran penting suatu asosiasi yang menengahi hilirisasi pengawasan dan pembinaan dalam tata kelola pertambangan rakyat di Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di Bangka Belitung, memberikan secercah harapan kepada masyarakat yang sejatinya dapat mendukung kegiatan mereka dalam menata pencaharian untuk hidup disektor pertambangan timah.

Asosiasi, koperasi atau apapun namanya yang bisa membela rakyat penambang, sangat dinanti-nanti gerakannya sebagaimana pengelolaan yang akan ditawarkan kepada rakyat dalam mencari pasir timah secara tradisional.

Provinsi Kep. Bangka Belitung punya asosiasi yang bergerak dalam pembinaan serta  menaruh perhatian dengan adanya penetapan WPR dan IPR sebagai bentuk kehadiran negara.

Salah satu asosiasi yang menaruh perhatian terhadap kondisi ini adalah Asosiasi Industri Timah Indonesia (AITI) yang dikomandoi Ismiryadi alias Dodot. AITI siap mengemban tugas dalam menengahi segala sesuatu yang behubungan dengan pengelolaan tambang timah rakyat sampai ke ujung industri hilirisasinya.
Undangan audisensi dari DPR RI dalam dengar pendapat terhadap permasalahan IPR sudah dipaparkan AITI pada tanggal 13 Juni 2024.

Foto: Jajaran pengurus Asosiasi Industri Timah Indonesia (AITI) Bangka Belitung saat rapat dengar pendapat umum panja pertimahan Bangka Belitung di DPR RI, Jakarta, Kamis (13 Juni 2024).

 

Tentu semua ini tidaklah mudah. Karena asosiasi, koperasi atau lembaga swadaya masyarakat yang beritikad baik membela perekonomian rakyat penambang timah dengan perhitungan yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat Babel, akan mendapat cemoohan dari pihak yang masih merasa pesimis dengan tata kelola pertimahan di Babel. Semuanya harus menghadapi tantangan pro dan kontra yang meragukan kehadiran asosiasi atau koperasi sebagai bentuk peran penting yang hadir untuk rakyat penambang.

Dilain pihak, wacana ini merupakan salah satu dari puluhan gagasan dalam membela rakyat penambang, namun belum satupun yang terealisasi. Ini hanya tentang bagaimana kita memberikan kepastian dalam usaha yang dapat berkontribusi terhadap pendapatan negara tanpa meninggalkan peran rakyat penambang yang menjadi titik tujuan dalam mencapai ketenangan mencari penghasilan.

Apapun solusinya, rakyat Bangka Belitung yang turun temurun dari jaman penjajahan menggantungkan hidup dari hasil tambang timah sangat mengharapkan adanya penyelesaian yang berkesinambungan demi hidup dan kehidupan mereka, bukan retorika, janji, atau akal-akalan peraturan yang ujung-ujungnya rakyat penambang juga yang menjadi korban.

Rakyat penambang tidak akan lagi menjadi penonton yang kekayaan sumber daya alamnya diambil atau dikorupsi tanpa ada kontribusi kesejahteraan untuk mereka. Garansi apa yang akan didapat para penambang rakyat dalam mengais biji timah? Bergerak atau mati tergilas!?. (Mung)

Leave A Reply

Your email address will not be published.