Perusakan Mangrove di Perairan Terabek: Tantangan Penegakan Hukum terhadap Penambang Liar

0 9

BabelToday.com, Bangka Barat – Kawasan hutan mangrove di perairan Terabek, Muntok, Kabupaten Bangka Barat, kini mengalami kerusakan parah akibat aktivitas para penambangan pasir timah ilegal. Kerusakan ini disebabkan oleh ponton isap produksi (PIP) atau TI apung yang beroperasi tanpa izin di perairan tersebut, mengabaikan perlindungan hukum terhadap mangrove dan ekosistem laut.

Mangrove, yang dilindungi oleh undang-undang, merupakan habitat penting bagi ekosistem perairan. Namun, para penambang ilegal tampaknya tidak peduli terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan.

Mereka juga mengabaikan ketentuan dalam UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang mengatur larangan penambangan tanpa izin resmi.

Ironisnya, aktivitas penambangan ilegal ini tidak hanya melibatkan satu atau dua ponton, tetapi mencapai puluhan unit di perairan Dusun Terabek dan Desa Belo.

Para pelaku diduga mendapat perlindungan dari oknum tertentu yang memungkinkan kegiatan mereka berjalan lancar tanpa hambatan hukum.

Berdasarkan informasi yang dihimpun jejaring media KBO Babel, aktivitas ilegal ini dikendalikan oleh seorang koordinator berinisial IW, yang akrab dipanggil “IW Bocel.” IW sering mengklaim bahwa operasi TI apung yang dia koordinir telah berkoordinasi dengan pihak kepolisian, meski tanpa dasar hukum yang jelas.

Selain IW, ada juga SN, anak buah seorang tokoh preman yang dikenal dengan nama “Hercules,” yang ikut mengatur operasi penambangan di kawasan mangrove.

Hasil timah dari penambangan ilegal ini ditampung oleh dua kolektor berinisial AJ dan AT. Keduanya bukan nama baru dalam dunia perdagangan timah ilegal.

AJ dan AT diduga memiliki jaringan kuat yang melibatkan oknum aparat penegak hukum (APH), LSM, bahkan media, sehingga membuat mereka sulit tersentuh oleh hukum.

“Siapa berani menangkap IW dan SN? Kalau melawan, mati urusannya. Mereka dilindungi bos besar timah dan preman,” ungkap sumber anonim kepada KBO Babel, Jumat (27/12/2024).

Saat ini, terdapat sekitar 50 unit ponton ilegal yang beroperasi di kawasan mangrove perairan Sungai Terabek dan Dusun Belo.

Aktivitas ini telah merusak lingkungan sekitar, mengancam keberlangsungan ekosistem mangrove, serta melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan, seperti:
1. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Pasal 98 dan 99), yang mengatur sanksi pidana bagi perusakan lingkungan.
2. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Pasal 78), yang melarang kegiatan merusak kawasan hutan, termasuk mangrove.
3. UU Minerba (Pasal 158), yang melarang kegiatan penambangan tanpa izin resmi dan dapat dijatuhi hukuman pidana penjara hingga 10 tahun serta denda hingga Rp10 miliar.

Jejaring Media ini masih berupaya mengonfirmasi kepada pihak terkait, termasuk Polres Bangka Barat, Polda Kepulauan Bangka Belitung, dan Gakum KLHK, untuk meminta kejelasan mengenai langkah penindakan terhadap aktivitas ilegal ini.

Pertanyaan utamanya adalah, apakah para pelaku benar-benar kebal hukum, ataukah penegakan hukum hanya menjadi formalitas?

Kerusakan hutan mangrove di Terabek menjadi sorotan serius karena dampaknya tidak hanya merusak lingkungan lokal, tetapi juga ekosistem laut yang lebih luas.

Masyarakat mendesak agar aparat penegak hukum segera bertindak tegas terhadap para pelaku dan koordinator aktivitas ilegal ini, sesuai dengan peraturan yang berlaku. (Juli/KBO Babel)

Leave A Reply

Your email address will not be published.