
Babeltoday.com, Jakarta – Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilkada Bangka 2025 kembali memasuki babak krusial di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (23/9/2025). Sidang kali ini menghadirkan jawaban resmi dari pihak termohon maupun pihak terkait, termasuk pasangan calon (paslon) nomor urut 1, Fery Insani-Syahbudin, yang diwakili oleh tim kuasa hukumnya.
Dalam sidang, kuasa hukum Fery-Syahbudin yang diketuai Iwan Prahara menilai permohonan yang diajukan oleh pemohon, pasangan Andi Kusuma-Budiono, tidak jelas atau **obscuur libel**. Ia menekankan bahwa dalil-dalil yang disampaikan justru tidak termasuk dalam ranah Mahkamah Konstitusi, melainkan seharusnya menjadi kewenangan **Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)**.
“Faktanya, para pemohon tidak pernah menjadikan dalil-dalil itu sebagai dasar dalam sengketa di Bawaslu Kabupaten Bangka. Laporan ke Bawaslu baru diajukan setelah gugatan masuk ke MK pada 4 September 2025. Kondisi ini janggal dan sudah daluwarsa,” jelas Iwan Prahara dalam keterangannya kepada media usai sidang.
*Tidak Memenuhi Ambang Batas**
Lebih lanjut, pihak terkait juga menyoroti aspek formil permohonan. Menurut Iwan, permohonan yang diajukan pemohon tidak memenuhi syarat **ambang batas pengajuan sengketa PHPU** sebagaimana diatur dalam **Pasal 158 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016**.
Aturan tersebut menyebutkan, untuk kabupaten dengan jumlah penduduk sekitar 337.755 jiwa seperti Kabupaten Bangka, maka syarat agar permohonan dapat diterima MK adalah selisih maksimal **1,5 persen** dari perolehan suara pasangan calon.
Namun, kenyataannya, selisih suara antara paslon Fery-Syahbudin dengan paslon Andi Kusuma-Budiono justru sangat jauh, yakni **22,8 persen**. “Selisih ini jelas jauh di atas ambang batas. Artinya, secara formil, permohonan pemohon sudah tidak layak diterima oleh MK,” tegas Iwan.
*Bantahan Tuduhan Politik Uang**
Selain persoalan ambang batas, kuasa hukum pihak terkait juga membantah tuduhan serius mengenai dugaan **politik uang** yang disebut-sebut terjadi di lebih dari dua ratus Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Menurut Iwan, tuduhan tersebut tidak berdasar karena di TPS yang dimaksud, justru saksi-saksi dari pihak pemohon ikut menandatangani formulir **C1 atau C hasil**. “Kalau benar terjadi kecurangan, seharusnya sejak awal saksi pemohon menolak menandatangani C1. Tapi faktanya mereka ikut menandatangani, artinya proses pemungutan dan penghitungan suara diakui sah,” ujarnya.
Ia menegaskan, langkah pemohon yang tetap menjadikan isu politik uang sebagai dalil utama hanyalah bentuk **manuver politik** tanpa bukti kuat. “Kami melihat tuduhan ini hanya ingin menciptakan opini, bukan membuktikan adanya pelanggaran hukum,” tambahnya.
*Desakan Tolak Permohonan*
Berdasarkan seluruh dalil yang disampaikan, tim hukum Fery-Syahbudin mendesak MK untuk menolak seluruh permohonan yang diajukan oleh pihak Andi Kusuma-Budiono.
“Dengan fakta-fakta yang sudah kami paparkan, kami meminta Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi menolak semua permohonan pemohon,” tutup Iwan dengan tegas.
*Sidang Masih Berlanjut*
Sidang PHPU Pilkada Bangka 2025 sendiri masih akan berlanjut dengan agenda mendengarkan **pembuktian dan saksi-saksi** dari masing-masing pihak. Agenda ini dinilai publik akan menjadi titik krusial dalam menilai sejauh mana dalil-dalil pemohon bisa dipertanggungjawabkan secara hukum.
Perkara sengketa Pilkada Bangka ini pun menyita perhatian luas, mengingat rivalitas politik yang cukup sengit di daerah tersebut. Di satu sisi, pemohon bersikeras menuding adanya kecurangan yang sistematis, sementara di sisi lain, pihak terkait berpegang pada aturan formil dan hasil perolehan suara yang dianggap sah.
Kini, masyarakat Bangka maupun publik nasional menunggu bagaimana MK akan bersikap: apakah akan mempertimbangkan dalil pemohon atau justru menolak permohonan karena tidak memenuhi syarat formil sebagaimana yang diminta oleh pihak terkait.
Apapun putusannya nanti, publik berharap MK mampu menghadirkan putusan yang adil, transparan, dan berlandaskan hukum, demi menjaga marwah demokrasi di tingkat daerah maupun nasional. (Red/*)