Potensi Calon Tunggal di Pilkada 2024: Apa Konsekuensinya Jika Kotak Kosong Menang?

0 12

BABELTODAY.COM, Pangkalpinang – Pilkada 2024 semakin dekat, dan fenomena calon tunggal kembali menjadi sorotan. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota atau Pilkada mengatur secara rinci tentang mekanisme ketika hanya ada satu pasangan calon (paslon) yang maju. Dalam situasi ini, lawan calon tunggal bukan kandidat lain, melainkan kotak kosong. Sabtu (14/9/2024)

Kotak kosong menjadi simbol dari tiadanya pesaing bagi calon tunggal dalam Pilkada. Surat suara pun akan memuat dua kolom: satu berisi foto pasangan calon, sementara kolom lainnya adalah kotak kosong tanpa gambar. Pemilih diharapkan mencoblos salah satu dari dua pilihan tersebut.

Namun, pertanyaan besar yang muncul adalah, apa yang terjadi jika kotak kosong menang melawan calon tunggal dalam Pilkada? Pasal 54D ayat (1) UU Pilkada menyatakan bahwa calon tunggal hanya dapat dinyatakan menang jika memperoleh lebih dari 50 persen suara sah.

Sebaliknya, jika perolehan suara calon tunggal kurang dari 50 persen, kotak kosong dinyatakan sebagai pemenang.

Implikasi Kekalahan Calon Tunggal

Jika kotak kosong menang, Pilkada di wilayah tersebut harus diulang. Paslon yang kalah dapat mencalonkan kembali dalam pemilihan berikutnya sesuai jadwal yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.

Hal ini diatur dalam Pasal 54D ayat (2) dan ayat (3), yang menjelaskan bahwa pemilihan ulang dapat dilakukan pada tahun berikutnya atau sesuai dengan jadwal yang ditentukan.

Praktisi hukum Armansyah S.H. menjelaskan pentingnya strategi pengawasan dalam Pilkada calon tunggal. Menurutnya, perlu ada payung hukum khusus yang mengatur metode pengawasan bagi calon tunggal agar proses demokrasi tetap berjalan dengan baik.

Pengawasan ketat diperlukan untuk memastikan bahwa proses Pilkada berlangsung adil dan sesuai aturan.

Peran Penting Pemantau Pemilu

Dalam Pilkada calon tunggal, pemantau pemilu yang terakreditasi memiliki peran krusial. Hanya mereka yang memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan sengketa hasil pemilihan ke Mahkamah Konstitusi.

Hasil pengamatan dari para pemantau ini akan menjadi bahan utama dalam proses persidangan jika ada sengketa terkait hasil Pilkada.

Namun, ada tantangan tersendiri dalam pengawasan Pilkada dengan calon tunggal. Di beberapa daerah yang berpotensi menghadapi situasi ini, tidak semuanya memiliki pemantau pemilu yang terakreditasi.

Oleh karena itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mendorong lahirnya pemantau-pemantau baru yang terakreditasi di setiap daerah. Selain itu, Bawaslu juga menyelenggarakan kajian khusus terkait pengawasan calon tunggal agar pengawasan bisa dilakukan lebih efektif.

Pilkada dengan calon tunggal bukanlah hal yang baru, namun tetap menimbulkan tantangan dalam menjaga kualitas demokrasi.

Pengawasan yang baik dan pemantau yang kredibel menjadi kunci agar proses Pilkada berlangsung sesuai harapan masyarakat. (Sandy/KBO Babel)

Leave A Reply

Your email address will not be published.