Waka Komisi III DPR Soroti Pengaruh Sikap ‘Sopan’ dalam Meringankan Vonis
BabelToday.com, Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, menyoroti fenomena sikap ‘sopan’ yang kerap menjadi pertimbangan hakim dalam meringankan vonis terhadap terdakwa. Menurut Sahroni, sikap sopan terdakwa seharusnya tidak menjadi alasan utama dalam penentuan hukuman. Ia berharap hakim tidak selalu memperhitungkan kesopanan sebagai faktor yang bisa mengurangi beratnya hukuman. Sabtu (4/1/2025)
Sahroni menyatakan bahwa ia tidak mempermasalahkan jika hakim memiliki sudut pandang tersendiri terkait sikap sopan dari seorang terdakwa. Namun, ia berharap agar sikap tersebut tidak menjadi alasan utama yang diungkapkan dalam proses persidangan.
“Apapun dengan namanya sikap sopan dan lain-lain itu yang menilai hakim ada sudut pandangan sendiri dari hakim, ya kalau boleh tidak usahlah sebut-sebut dia berperilaku sopan dan lain-lain,” ujar Sahroni saat ditemui wartawan di Jakarta, Jumat (3/1/2025).
Ia pun menegaskan bahwa ia merasa heran jika perilaku sopan seseorang dalam persidangan bisa menjadi faktor yang meringankan vonis yang dijatuhkan.
“Gara-gara sopan doang jadi tuntutan ringan, iya masak gegara sopan doang jadi tuntutan ringan, tapi nggak apa-apa juga hakim menilai itu, tapi jangan semua kata sopan dianggap jadi meringankan hukuman,” ujarnya.
Menurut Sahroni, apabila kesopanan benar-benar menjadi dasar yang dominan dalam penentuan hukuman, maka hal itu bisa memunculkan ketidakadilan.
Dia menilai bahwa banyak faktor lain yang seharusnya lebih penting untuk dipertimbangkan dalam menjatuhkan hukuman, bukan hanya sekadar sikap sopan dari terdakwa.
Sahroni juga menekankan pentingnya kesadaran bahwa hukum harus ditegakkan secara adil, tanpa terlalu dipengaruhi oleh faktor subjektif yang tidak relevan dalam konteks pidana.
Sikap sopan, meskipun merupakan perilaku yang baik, menurut Sahroni, tidak boleh dipandang sebagai alasan untuk mengurangi tuntutan atau vonis yang dijatuhkan kepada terdakwa.
Sementara itu, Mahkamah Agung (MA) turut memberikan tanggapan terkait fenomena ini. Dalam konferensi pers yang digelar Kamis (2/1), Juru Bicara MA, Yanto, menjelaskan bahwa menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), hakim memang diwajibkan untuk mempertimbangkan faktor-faktor yang memberatkan dan meringankan terdakwa dalam suatu perkara.
“Jadi KUHAP kita kan mengatur, jadi sebelum menjatuhkan pidana kepada terdakwa, itu perlu dipertimbangkan hal yang memberatkan dan yang meringankan, 197 (KUHAP) kalau nggak salah ya. Itu jadi wajib dicantumkan hal-hal yang memberatkan, yang meringankan,” kata Yanto.
Yanto menjelaskan bahwa pertimbangan yang meringankan bisa mencakup berbagai aspek, termasuk perilaku sopan dari terdakwa. Namun, hal tersebut harus dilihat dalam konteks yang lebih luas dan tidak boleh dijadikan satu-satunya alasan untuk mengurangi hukuman.
“Nah itu kan pertimbangan memberatkan meringankan itu kan secara umum,” tambah Yanto.
Dengan adanya penjelasan tersebut, diharapkan agar para hakim lebih bijak dalam mempertimbangkan semua faktor yang relevan dalam menentukan vonis, termasuk tidak menjadikan sikap sopan sebagai alasan utama yang bisa meringankan hukuman. Sebagai wakil rakyat, Sahroni menekankan bahwa hukum harus ditegakkan dengan tegas dan adil, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (Sumber: Detik, Editor: KBO-Babel)