Bacakan Eksepsi, Hasto Kristiyanto Sebut Diancam Jadi Tersangka jika PDIP Pecat Jokowi

0 29

BabelToday.com, Jakarta – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, membawa nama Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), saat membacakan eksepsi dalam sidang kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR untuk Harun Masiku serta perintangan penyidikan. Hasto mengaku menerima ancaman akan dijadikan tersangka apabila PDIP memecat Jokowi dari partai.

Dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (21/3/2025), Hasto membacakan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan yang disampaikan oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hasto mengungkapkan bahwa dirinya mengalami intimidasi sejak Agustus 2023 hingga masa-masa setelah Pemilu 2024.

“Bahwa sejak Agustus 2023 saya telah menerima berbagai intimidasi dan semakin kuat pada masa-masa setelah pemilu kepala daerah tahun 2024,” kata Hasto.

Hasto menyebut puncak tekanan yang diterimanya terjadi ketika PDIP mengambil keputusan untuk memecat Jokowi. Ia mengklaim bahwa keputusan tersebut membuat kasus Harun Masiku selalu dikaitkan dengan dirinya serta partai yang dipimpinnya.

“Atas sikap kritis di atas, kasus Harun Masiku selalu menjadi instrumen penekan yang ditujukan kepada saya. Hal ini nampak dari monitoring media seperti terlihat dalam gambar di bawah ini, di mana kasus Harun Masiku selalu cenderung naik seiring dengan dinamika politik dan sikap kritis PDI Perjuangan yang kami sampaikan,” ujar Hasto.

Lebih lanjut, Hasto mengungkapkan bahwa dirinya menghadapi berbagai tekanan selama proses penyelidikan hingga pelimpahan berkas kasus ini. Ia bahkan menyebut ada pihak tertentu yang mengaku sebagai pejabat negara mengancam dirinya agar mundur dari posisi Sekjen PDIP dan tidak memecat Jokowi.

“Pada periode 4-15 Desember 2024 menjelang pemecatan Bapak Jokowi oleh DPP PDI Perjuangan setelah mendapat laporan dari Badan Kehormatan Partai. Pada periode itu, ada utusan yang mengaku dari pejabat negara, yang meminta agar saya mundur, tidak boleh melakukan pemecatan, atau saya akan ditersangkakan dan ditangkap,” jelasnya.

Hasto juga mengklaim bahwa ancaman tersebut menjadi kenyataan. Ia menyebut dirinya resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada malam Natal, tak lama setelah keputusan pemecatan Jokowi diumumkan secara publik.

“Pada sore menjelang malam, saya ditetapkan sebagai tersangka bertepatan dengan malam Natal ketika kami sedang merencanakan ibadah Misa Natal setelah hampir lima tahun tidak bisa merayakan Natal bersama keluarga secara lengkap,” ungkap Hasto.

Hasto menambahkan, tekanan serupa juga dialami oleh partai politik lain. Ia menuding bahwa hukum kerap digunakan sebagai alat untuk menekan pihak tertentu, termasuk dalam proses penggantian pimpinan partai.

“Tekanan yang sama juga pernah terjadi pada partai politik lain yang berujung pada penggantian pimpinan partai dengan menggunakan hukum sebagai instrumen penekan,” ucapnya.

Menurut Hasto, dakwaan yang diajukan oleh KPK berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) tidak dapat dipercaya sepenuhnya. Hal ini menjadi salah satu poin dalam nota keberatan yang diajukannya.

Kasus Dugaan Suap dan Perintangan Penyidikan

Sebelumnya, Hasto didakwa oleh KPK atas dua kasus, yaitu dugaan perintangan penyidikan kasus suap Harun Masiku dan dugaan pemberian suap kepada mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.

Jaksa menyebut Hasto dengan sengaja merintangi penyidikan terhadap Harun Masiku, yang hingga kini masih berstatus buron sejak tahun 2020.

“Dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” ujar jaksa dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Selain itu, Hasto didakwa memberikan suap sebesar Rp 600 juta kepada Wahyu Setiawan agar mengurus penggantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 untuk Harun Masiku. Suap tersebut, menurut jaksa, diberikan melalui orang-orang kepercayaan Hasto, yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku sendiri.

“Memberi atau menjanjikan sesuatu, yaitu terdakwa bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku telah memberi uang sejumlah SGD 57.350 atau setara Rp 600.000.000 kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, yaitu kepada Wahyu Setiawan selaku anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) periode tahun 2017-2022,” papar jaksa.

Dalam perkara ini, Donny Tri Istiqomah sudah ditetapkan sebagai tersangka, Saeful Bahri telah divonis bersalah, sedangkan Harun Masiku masih menjadi buron hingga kini.

(Sumber: Detik, Editor: KBO-Babel)

Leave A Reply

Your email address will not be published.