BabelToday, Jakarta – Menteri Lingkungan Hidup dan Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menyampaikan bahwa Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) ini bertujuan untuk menyelaraskan visi, misi, serta pelaksanaan pengelolaan sampah antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Langkah ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
“Kami ingin berkolaborasi melalui aksi nyata untuk menyelesaikan pengelolaan sampah pada tahun 2025-2026. Momentum ini diharapkan menjadi titik balik bagi kita semua dalam memperbaiki pengelolaan sampah di daerah masing-masing,” ungkap Hanif Faisol saat membuka Rakornas di Grand Ballroom Hotel Kempinski, Jakarta, Kamis (12/12/2024).
Hanif menegaskan pentingnya aksi kolaborasi yang nyata, bukan sekadar deklarasi atau pernyataan komitmen dalam menyelesaikan masalah sampah di Indonesia. Isu pengelolaan sampah kini menjadi tantangan global dan lokal yang semakin kompleks. Berdasarkan data tahun 2024, sekitar 38 persen sampah global masih tidak terkelola dengan baik, sehingga memberikan dampak signifikan terhadap kerusakan lingkungan.
“Seiring bertambahnya jumlah penduduk dan perilaku yang kurang ramah lingkungan, jumlah timbulan sampah terus meningkat. Saat ini, rata-rata setiap individu menghasilkan 1 kilogram sampah per hari, yang menambah beban pengelolaan sampah harian,” jelasnya.
Data dan Tantangan Pengelolaan Sampah
Dr. Ir. Justiani, M.Sc., Ketua Umum, Go Green Go Clean Indonesia, salah satu organisasi pemerhati Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa Indonesia menghasilkan 175.000 ton sampah per hari, dengan 50 persen di antaranya berupa sampah organik. Namun, hanya sekitar 10-15 persen dari sampah plastik yang berhasil didaur ulang, sementara sisanya dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) atau mencemari lingkungan.
“Pola pengelolaan sampah tradisional, seperti metode kumpul-buang-angkut, harus ditinggalkan. Masyarakat perlu diajak menerapkan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) dalam kehidupan sehari-hari,” kata Justiani.
Ia juga menekankan perlunya kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta untuk menggalakkan budaya memilah, memilih, dan menggunakan ulang sampah. “Kerjasama ini diharapkan mampu mengurangi beban TPA sekaligus menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan sehat bagi generasi mendatang,” tambahnya.
Pendidikan dan Partisipasi Masyarakat
Pendidikan dan sosialisasi terkait pengelolaan sampah yang benar dianggap sangat krusial. Justiani menegaskan bahwa masyarakat perlu memahami dampak negatif sampah terhadap lingkungan dan kesehatan. Pemerintah, melalui Kementerian Lingkungan Hidup, sebaiknya menggelar program edukasi berupa kampanye publik, pelatihan, dan lokakarya untuk mengajarkan cara memilah sampah dan memperkenalkan manfaat program bank sampah.
Selain itu, Justiani mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam program bank sampah, yang memungkinkan masyarakat menukar sampah yang dapat didaur ulang dengan uang atau barang. “Kesadaran dan partisipasi masyarakat bukan hanya mampu mengurangi volume sampah, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi,” ujarnya.
Kegiatan sosial seperti lomba menggambar atau menulis cerita tentang pengelolaan sampah di sekolah juga diusulkan untuk melibatkan anak-anak dan meningkatkan kesadaran orang tua. “Kegiatan ini tidak hanya mendidik tetapi juga menyenangkan, sehingga mendorong partisipasi lebih luas,” tambahnya.
Kolaborasi untuk Infrastruktur Pengelolaan Sampah
Justiani menekankan bahwa kolaborasi antara masyarakat, pemerintah daerah, dan LSM sangat penting untuk menciptakan infrastruktur yang mendukung pemilahan dan pengolahan sampah. Pemerintah perlu menyediakan tempat pembuangan sampah terpisah dan fasilitas daur ulang yang memadai.
Program bank sampah juga menjadi bagian penting dalam mendukung gerakan 3R dengan mendorong masyarakat untuk mengurangi penggunaan barang sekali pakai, menggunakan kembali barang-barang, dan mendaur ulang material yang ada. “Ini adalah upaya menciptakan lingkungan yang lebih berkelanjutan sekaligus memberikan keuntungan sosial ekonomi bagi masyarakat yang terlibat,” imbaunya.
Kritik: Peran Pemerintah yang Belum Optimal dalam Penanganan Sampah
Kunci keberhasilan penanganan masalah sampah terletak pada pemerintah, namun hingga saat ini, kesungguhan, prakarsa, dan pengaturan secara sistemik masih terlihat setengah hati. Pemerintah sering kali hanya mengeluarkan kebijakan tanpa memastikan implementasi yang efektif di lapangan.
“Padahal, jika pemerintah benar-benar menunjukkan komitmen nyata dengan membangun sistem pengelolaan sampah yang terstruktur dan berkelanjutan, masyarakat akan lebih mudah mengikuti koridor yang telah ditetapkan,” jelas Justiani.
Salah satu kunci, tambah Justiani, keberhasilan pengelolaan sampah terletak pada peran aktif pemerintah dalam menyediakan fasilitas yang mendukung proses daur ulang. Pemerintah perlu memastikan adanya fasilitas daur ulang yang terjangkau, baik di tingkat rumah tangga maupun komunitas.
“Selain itu, konsep bank sampah dengan mekanisme yang modern seperti ATM sampah yang dapat memproses dan mengelompokkan sampah sesuai kategori akan sangat membantu masyarakat untuk terlibat aktif,” ungkapnya
Namun, hingga saat ini, fasilitas tersebut masih minim dan tidak tersebar merata. Jika pemerintah memiliki niat dan kesungguhan, model pengelolaan dari negara lain yang telah berhasil dapat dijadikan inspirasi. Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar karena banyaknya pemulung yang rajin dan komunitas lokal yang sudah berperan aktif.
“Sayangnya, potensi ini belum difasilitasi secara sistemik untuk menjadikannya sebuah bisnis berkelanjutan yang menguntungkan semua pihak, sekaligus mendorong efisiensi sosial,” jelas Justiani.
Oleh karena itu, pemerintah tidak hanya perlu memperbaiki infrastruktur, tetapi juga memberikan pelatihan dan pendampingan kepada komunitas yang bergerak di bidang pengelolaan sampah. Dengan demikian, rangkaian sosial yang sudah ada dapat dioptimalkan untuk menciptakan ekosistem pengelolaan sampah yang efektif dan bermanfaat secara ekonomi dan lingkungan. (Red/*)