Mengurai Benang Kusut Tambang Ilegal di Mangrove Terabek: Tegas atau Melemah? (Opini)

Oleh : Ari Wibowo

0 7

BabelToday.com (Opini) – Kawasan hutan mangrove di perairan Terabek, Muntok, Bangka Barat, kini menjadi saksi bisu dari ketidakpedulian manusia terhadap ekosistem yang seharusnya dilindungi. Puluhan ponton isap produksi (PIP) ilegal beroperasi tanpa izin, merusak hutan mangrove yang menjadi paru-paru bumi.

Ironisnya, aktivitas ilegal ini tampaknya berjalan mulus tanpa ada penindakan berarti dari aparat penegak hukum.

Mangrove adalah salah satu ekosistem esensial bagi wilayah pesisir. Ia melindungi garis pantai dari abrasi, menjadi habitat bagi berbagai jenis flora dan fauna, serta mendukung keseimbangan ekosistem laut. Namun, perannya yang krusial ini dihancurkan oleh aktivitas penambangan timah ilegal yang tidak hanya merusak lingkungan tetapi juga melanggar berbagai undang-undang.

Dasar Hukum yang Dilanggar: Apa yang Salah?

Aktivitas penambangan ilegal ini jelas bertentangan dengan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang mengatur bahwa kegiatan pertambangan harus memiliki izin resmi. Tidak hanya itu, pelanggaran terhadap Pasal 98 dan 99 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga sangat kentara. Pasal tersebut mengancam pelaku perusakan lingkungan dengan hukuman penjara hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp15 miliar.

Tak berhenti di situ, aktivitas ini juga melanggar Pasal 109 UU Nomor 32 Tahun 2009, yang menyebutkan bahwa kegiatan tanpa izin lingkungan dapat dipidana tiga tahun dan denda Rp3 miliar. Tambahan lainnya, UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Pasal 18 ayat 1, menegaskan perlindungan terhadap ekosistem pesisir.

Dengan sederet regulasi yang dilanggar, pertanyaan besarnya adalah: Mengapa aktivitas ilegal ini dibiarkan begitu saja?

Dugaan Kebal Hukum: Kebenaran yang Menyakitkan

Menurut laporan, aktivitas tambang ilegal ini dikoordinasi oleh individu-individu yang diduga memiliki jaringan kuat dengan oknum aparat penegak hukum (APH), LSM, hingga wartawan. Nama-nama seperti IW alias ‘IW Boncel’ dan SN disebut-sebut sebagai koordinator yang menggunakan pengaruhnya untuk melindungi aktivitas ilegal.

Bahkan, sumber terpercaya menyatakan bahwa siapa pun yang berani melawan mereka harus siap menghadapi ancaman serius.

Fenomena ini memperlihatkan lemahnya sistem penegakan hukum. Polri sebagai garda terdepan seharusnya mampu menunjukkan ketegasan dalam menghadapi praktik-praktik ilegal yang tidak hanya merugikan lingkungan tetapi juga masyarakat.

Namun, hingga kini, langkah konkret dari Kepolisian Resor Bangka Barat, Polda Kepulauan Bangka Belitung, maupun Gakum KLHK belum terlihat.

Ketidakjelasan ini memunculkan kecurigaan bahwa ada “payung” perlindungan tertentu yang membuat aktivitas ilegal ini seolah kebal hukum.

Krisis Kepercayaan pada Aparat Penegak Hukum

Ketidakberdayaan hukum dalam menangani kasus ini tidak hanya merusak mangrove tetapi juga menghancurkan kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum.

Polri, yang selama ini diharapkan menjadi institusi terpercaya, menghadapi ujian besar. Ketegasan dan keadilan dalam penegakan hukum harus menjadi prioritas, bukan sekadar jargon belaka.
Sebagai contoh, Polri dapat menegaskan komitmennya dengan:
1. Membentuk tim independen untuk menyelidiki dugaan keterlibatan oknum dalam aktivitas ilegal ini.
2. Melibatkan berbagai pihak, termasuk masyarakat dan akademisi, untuk memastikan transparansi dalam penyelesaian kasus.
3. Menindak tegas para pelaku utama, termasuk cukong timah seperti AJ dan AT, yang disebut sebagai otak di balik aktivitas ini.

Dampak Jangka Panjang: Lingkungan dan Generasi Mendatang

Kerusakan mangrove di Terabek bukanlah isu lokal semata. Dampaknya akan dirasakan dalam skala yang lebih luas, mulai dari menurunnya kualitas ekosistem laut hingga ancaman terhadap kehidupan masyarakat pesisir yang bergantung pada hasil laut.

Ketidakpedulian terhadap lingkungan seperti ini adalah bom waktu bagi generasi mendatang. Saat sumber daya alam rusak dan ekosistem runtuh, dampaknya tak hanya pada lingkungan tetapi juga ekonomi dan sosial.

Harapan untuk Penegakan Hukum yang Tegas

Penegakan hukum bukanlah pilihan, melainkan kewajiban. Dengan dasar hukum yang sudah jelas dan dampak kerusakan yang nyata, publik menuntut langkah tegas dari Polri dan instansi terkait.

Masyarakat tidak hanya berharap tetapi juga menuntut transparansi dan keadilan dalam menyelesaikan kasus ini. Hutan mangrove di Terabek adalah warisan yang harus dijaga, bukan dihancurkan. Jika aparat tidak segera bertindak, pelanggaran ini akan terus berlangsung, meninggalkan kerusakan yang mungkin tidak bisa diperbaiki lagi.

Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Inilah saatnya Polri menunjukkan bahwa mereka benar-benar menjadi pelindung masyarakat dan lingkungan, bukan sekadar institusi yang diam dalam bayang-bayang kekuasaan dan kepentingan tertentu.
—————————————————————————
Penulis : Ari Wibowo, Wakil Pimpred/Umum BeradokNews.Com (jejaring media KBO Babel)
Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan atau keberatan dalam penyajian artikel, opini atau pun pemberitaan tersebut diatas, Anda dapat mengirimkan artikel dan atau berita berisi sanggahan atau koreksi kepada redaksi media kami, sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (11) dan ayat (12) undang-undang No 40 tahun 1999 tentang Pers.
Saran dan masukan atas tulisan ini silahkan disampaikan ke redaksi di nomor WA kami 0812 7814 265 & 0821 1227 4004 atau email redaksi yang tertera di box Redaksi.

Leave A Reply

Your email address will not be published.