BabelToday.com, Bangka Tengah – Sidang praperadilan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Koba untuk menanggapi kasus dugaan pencurian dengan pemberatan (curat) yang melibatkan tiga warga Dusun Tanjungberikat, Desa Batuberiga, Kecamatan Lubukbesar, Kabupaten Bangka Tengah (Bateng), terus berlanjut. Jum’at (20/12/2024).
Dalam sidang yang digelar Jumat pagi tadi, agenda kali ini adalah mendengarkan kesimpulan dari pihak terkait, yang mengarah pada adanya dugaan pelanggaran hukum dalam proses penyidikan oleh Polres Bangka Tengah.
Kasus ini melibatkan tiga tersangka, yakni Leni, Dodi, dan Dudung, yang disangkakan terlibat dalam tindak pidana pencurian dengan pemberatan berdasarkan pasal 363 KUHP.
Sidang praperadilan ini bermula dari pengajuan permohonan yang dilakukan oleh kuasa hukum tersangka, Aldi Firdaus, pada pekan sebelumnya.
Dalam sidang-sidang yang digelar sebelumnya, kuasa hukum telah mengungkapkan adanya sejumlah kejanggalan dalam proses penyidikan yang diduga mengabaikan hak-hak dasar para tersangka.
Kuasa hukum Wahyu Firdaus, SH, dalam keterangannya kepada awak media usai persidangan, menegaskan bahwa banyak kesalahan prosedural yang ditemukan dalam pemeriksaan kasus ini.
Salah satu hal yang mencuat adalah pengakuan salah satu penyidik berinisial R yang mengakui bahwa barang bukti yang diajukan tidak sepenuhnya milik pelapor, tetapi sebagian masih milik pihak lain yang turut menjadi tersangka dalam kasus ini.
“Dalam kesaksian yang kami dengar di persidangan, penyidik R mengakui bahwa barang bukti yang ditemukan tidak sepenuhnya milik pelapor. Ini menunjukkan adanya ketidakjelasan dalam pengumpulan barang bukti yang seharusnya sah dalam proses hukum,” ujar Wahyu.
Namun, yang lebih mencolok dalam proses persidangan adalah pernyataan penyidik yang mengaku bahwa ketiga tersangka tidak didampingi oleh pengacara saat memberikan keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Menurut Wahyu, hal ini bertentangan dengan prosedur hukum yang berlaku, khususnya terkait dengan hak tersangka untuk didampingi oleh seorang pengacara, mengingat bahwa ancaman hukuman untuk kasus ini lebih dari lima tahun penjara.
“Menurut hukum yang berlaku, setiap tersangka yang dijerat dengan ancaman pidana di atas lima tahun wajib didampingi oleh seorang pengacara atau advokat. Namun pada kenyataannya, tiga tersangka kami tidak didampingi oleh pengacara pada saat BAP dilakukan,” jelas Wahyu dengan tegas.
Dia juga menambahkan bahwa tindakan tersebut jelas melanggar Pasal 56 Ayat (1) Jo Pasal 114 KUHAP yang mengatur tentang hak tersangka untuk mendapatkan pendampingan hukum.
Wahyu menegaskan bahwa menurut konsep Miranda Rule, proses penyidikan dan persidangan yang dilakukan tanpa pendampingan pengacara dapat dianggap batal demi hukum.
“Ini adalah pelanggaran hak yang sangat serius, karena penyidik mengabaikan hak-hak dasar klien kami. Kami berharap Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Koba dapat menerima permohonan kami dan membatalkan proses hukum ini,” kata Wahyu dengan penuh keyakinan.
Di sisi lain, Wahyu juga berharap agar Kejaksaan Negeri Bangka Tengah menolak pelimpahan berkas perkara ini, mengingat cacat hukum yang sangat jelas dalam BAP yang dilakukan oleh penyidik.
Jika nantinya BAP tersebut tetap dilanjutkan, Wahyu menegaskan bahwa mereka akan membawa hal ini ke ranah hukum lebih lanjut.
Sementara itu, sidang praperadilan yang digelar di PN Koba dipimpin oleh Hakim Devia Herdita, SH, yang mengatur agenda kesimpulan ini.
Setelah mendengar berbagai pihak yang terlibat, Hakim Devia memutuskan untuk melanjutkan persidangan praperadilan ke tahap berikutnya, yaitu pada Senin depan, dengan agenda putusan.
Keputusan ini sangat dinantikan oleh semua pihak, mengingat dugaan pelanggaran prosedur hukum yang telah diajukan oleh kuasa hukum tersangka.
Pihak Polres Bangka Tengah yang menjadi termohon dalam praperadilan ini diharapkan segera memberikan klarifikasi terkait tuduhan pelanggaran prosedural yang ditujukan kepada penyidik mereka.
Sebab, jika benar ada pelanggaran hak-hak dasar tersangka, maka seluruh proses penyidikan dan peradilan bisa dianggap cacat hukum dan dapat berdampak pada pembatalan kasus ini.
Sejauh ini, para tersangka Leni, Dodi, dan Dudung tetap menjalani proses hukum yang panjang dan penuh ketidakpastian.
Banyak pihak yang memantau jalannya sidang praperadilan ini, karena bisa menjadi preseden penting dalam penegakan hukum di Bangka Tengah.
Kuasa hukum berharap agar sidang praperadilan ini membawa angin segar bagi keadilan bagi para tersangka yang merasa hak-haknya telah dilanggar.
Diharapkan, pada sidang lanjutan yang akan digelar pada Senin mendatang, majelis hakim dapat memberikan putusan yang adil dan memperhatikan hak-hak dasar para tersangka.
Keputusan tersebut akan menentukan langkah selanjutnya dalam kasus yang kini menyita perhatian banyak pihak di Bangka Tengah. (Sandy Batman/KBO Babel)