BABELTODAY.COM, PANGKALPINANG – Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di berbagai wilayah khususnya Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menimbulkan kekisruhan dalam implementasinya. Polemik kekacauan serta dinodai dugaan praktik kecurangan mewarnai dunia pendidikan di Bangka Belitung. Mencuatnya dugaan praktik kecurangan jual beli kursi dan jatah titipan dari oknum pejabat yang membuat kondisi pendidikan di Bangka Belitung tercoreng. Oknum sekolah, oknum dinas pendidikan maupun oknum pejabat atau berpangkat, diduga memanfaatkan kewenangannya melakukan perbuatan yang merugikan masyarakat dalam kasus PPDB.
Pada tahun sebelumnya saja tidak terhitung pengaduan ataupun keluhan masyarakat yang merasa terzolimi ke ombudsman, kemendikbud, dinas pendidikan terkait, LSM, Media, KPAI, dan Ormas tentang adanya kasus jual beli kursi bagi peserta didik yang jauh dari kata keadilan.
Masyarakat yg dikatagorikan menengah kebawah, seharusnya anaknya sekolah dengan jarak tempuh yang dekat dalam radius sistem zonasi, harus tersingkir alias dicoret namanya karena masuknya titipan yang diduga dari oknum pejabat instansi pemerintah/negara, atau menggunakan uang sogokan bagi yang berduit.
Mirisnya, calon siswa yang masuk zonasi dekat rumah harus bersekolah yang jarak tempuh lumayan jauh dari rumahnya, dikarenakan namanya dicoret secara zolim oleh oknum-oknum kotor tersebut.
Dengan demikian calon siswa membutuhkan kendaraan roda dua untuk bersekolah, padahal ada sebagian masyarakat yang tidak mampu untuk membelikan anaknya kendaraan roda dua atau terkendala saat mengantar anaknya ke sekolah karena kendaraan dipakai terbatas hanya satu unit, lebih-lebih kendaraan tersebut untuk mencari nafkah di kebun atau berjualan.
Seandainya diterapkan sistem zonasi, calon siswa tersebut cukup jalan kaki sudah sampai ke sekolah.
Ini semua dikarenakan kuota yang sudah disiapkan untuk sistem zonasi digunakan oleh peserta didik yang bukan zonasinya.
Bagaimana bisa? Penyebabnya adalah adanya dugaan praktik curang yang terselubung, yaitu jual beli kursi dan jatah titipan para oknum berpangkat atau oknum pejabat.
Dengan mudahnya oknum pihak sekolah dan oknum pihak dinas pendidikan mencoret nama siswa yang berhak untuk bersekolah di sekolah tersebut.
Masyarakat geram dan marah dengan langkah yang dilakukan pemerintah dalam menindaklanjuti pengaduan serta keluhan mereka. Sangat lamban dan terkesan adanya dugaan pembiaran terhadap pengaduan mereka.
Regulasi yang diterapkan dari kemendikbud di Permendikbud no.1 tahun 2021 haruslah di revisi. Karena dinilai tidak berkeadilan dan menimbulkan banyak kasus diskriminatif dilevel pelaksanaannya.
Alangkah naif dan kontradiktifnya sebagai lembaga pendidikan yang seharusnya mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai perintah Undang Undang Dasar 1945, menjadi praktik kotor dan busuk dalam jual beli kursi dan jatah titipan.
Praktik kotor yang jelas terjadi selama PPDB antara lain yaitu: jual beli kursi, pungutan liar, domisili tidak sesuai kk, manipulasi dan pemalsuan kk, afirmasi yang meningkat untuk siswa katagori miskin, manipulasi piagam prestasi, oknum pejabat menitipkan calon siswa ke SMA tertentu dengan diiming-imingi uang dan memanfaatkan kekuasaan serta wewenang.
Dilain pihak, kegiatan tersebut dilakukan oleh oknum, baik itu sekolah, dinas pendidikan maupun oknum pejabat agar calon siswa dapat diterima di sekolah favorit atau unggulan.
Masyarakat sudah muak dan jijik dengan praktik- praktik kotor kecurangan seperti ini. Ditakutkan akan menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu akan meledak. Akan terjadi gejolak dimasyarakat yang menuntut keadilan.
Kemendikbud dan Dinas Pendidikan Daerah harus membuat tim investigasi yang melibatkan semua pihak stakeholder pendidikan termasuk masyarakat sipil yang dibantu Ormas dan LSM untuk mengawal dan memproses jalannya PPDB agar mempunyai nilai keadilan untuk masyarakat kecil, proses semua oknum yang terlibat. Berbuat atau keadilan akan tertindas!
(Penulis : Mung/babeltoday.com)