PRAKTIK ‘mafia’ tanah sampai saat ini masih saja terus terjadi di negara Indonesia tercinta ini, hingga tak jarang melibatkan sejumlah pihak. Terlebih praktik ini pun kerapkall terjadi di lapangan, bahkan persoalan tanah pun tak jarang hingga menyeret sejumlah pihak ke meja hijau (pengadilan).
Kendati pun perkara sengketa tanah hingga naik dalam persidangan di pengadilan namun harapan sebagian pihak justru tak begitu mudah seperti membalikan telapak tangan lantaran putusan pengadilan justru dianggap setelah itu malah menjadi sulit untuk dieksekusi.
Hal ini lantaran pula banyak kejadian jika suatu putusan terkadang saling bertolak belakang, dan masyarakat pun tak dapat memungkiri pula jika suatu ketika munculah sengketa dan konflik pertanahan hingga tak berkesudahan.
Menyikapi polemik persoalan tanah di negara Indonesia khususnya, menurut hemat saya masyarakat sejatinya perlu mengetahui bagaimana praktik-praktik mafia tanah menjalankan aksi kejahatan yang begitu rapi dan licin.
Saya ambil contoh, praktik para mafia tanah memang memiliki ‘keahlian’ dalam menjalankan aksi kejahatan, bahkan mereka pun mampu memalsukan dokumen dan menggarap tanah terlantar, hingga saat berperkara di pengadilan.
Tak jarang pula aksi kejahatan para mafia tanah ini menimbulkan status yang menumpuk dan klaim para penggarap, hingga keputusan pengadilan yang tumpang tindih sehingga hal inilah justru makin menyuburkan praktik mafia tanah.
Persoalan di atas kerap terjadi lantaran para mafia tanah ini memiliki modus operandi yang begitu beragam, namun praktik-praktik para mafia tanah ini justru umumnya berawal adanya pembuatan diantaranya Girik, sehingga memberikan peluang bagi para mafia tanah dalam menjalankan aksi kejahatan ‘perampasan’ hak atas tanah.
Selain itu, menurut saya kondisi sepertil ini pada akhirnya mengakibatkan banyak pemalsuan mengenai alas hak atas tanah atau bukan hanya girik, termasuk Surat Eigendom, SK Redistribusi yang lama yang semuanya bisa digunakan untuk mengklaim suatu bidang tanah. Pada ranah ini seringkali terjadi konflik maupun digunakan modus oleh mafia tanah di Indonesia.
Tak jarang pula para mafia tanah ini pun kerap memprovokasi segelintir masyarakat untuk menggarap atau mengokupansi tanah-tanah yang kosong atau sedang dimanfaatkan. Selanjutnya dalam aksi kejahatannya para mafia tanah ini dalam praktiknya akan mengklaim bahwa segelintir orang tersebut sudah menduduki tanah dan menggarap tanah tersebut dalam jangka waktu yang lama.
Jika mengutip pendapat Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan (PSKP) Kementerian ATR/BPN Agus Widjajanto atau pernyataanya yang pernah dimuat dalam media online, menurutnya ada beberapa praktik mafia tanah yang umumnya terjadi mulai dari tingkat desa. Misalnya saat Kepala Desa (Kades) mengeluarkan girik atau alas hak atas tanah dan dibuatkan salinan atas girik tersebut.
‘Saat membuat surat keterangan tanah untuk keperluan mengurus sertifikat tanah itu menurutnya bisa dibuat lebih dari satu. Padahal sudah ada surat edaran (SE) dari Ditjen Pajak No. 32 Tahun 1993 tentang larangan penerbitan girik. Kalau melihat aturan ini girik itu sebenarnya sudah dilarang,” ujarnya.
Pelarangan pemberlakuan girik juga dipertegas kembali melalui SE Ditjen Pajak No. 44 Tahun 1998. Hanya saja situasi di lapangan girik tetap berlaku dan Kementerian ATR/BPN membutuhkan girik untuk menunjukan bahwa seseorang adalah pemilik tanah yang sebenarnya sebelum didaftarkan.
Hal ini menurutnya lagi pada akhirnya mengakibatkan banyak pemalsuan mengenai alas hak atas tanah. Bukan hanya girik, juga Surat Eigendom, SK Redistribusi yang lama yang semuanya bisa digunakan untuk mengklaim suatu bidang tanah. Pada ranah ini sering terjadi konflik maupun digunakan modus oleh mafia tanah.
Mafia tanah juga kerap memprovokasi segelintir masyarakat untuk menggarap atau mengokupansi tanah-tanah yang kosong atau sedang dimanfaatkan. Mafia tanah akan mengklaim bahwa segelintir orang tersebut sudah menduduki tanah dan menggarap tanah tersebut dalam jangka waktu yang lama.
Menurutnya, praktik mafia tanah dimulai saat Kepala Desa (Kades) mengeluarkan girik atau alas hak atas tanah dan dibuatkan salinan atas girik tersebut. Padahal sudah ada SE dari Ditjen Pajak Nomor 32 Tahun 1993 Tentang Larangan Penerbitan Girik.
“Atau membuat surat keterangan tanah untuk keperluan mengurus sertipikat tanah lebih dari satu. Kalau melihat hal ini (SE Ditjen Pajak) kan sebetulnya girik itu sudah dilarang,” ujarnya dalam keterangannya, Sabtu (6/3/2021).
Pelarangan pemberlakuan girik juga dipertegas kembali melalui SE Ditjen Pajak Nomor 44 Tahun 1998. Namun, kondisi yang terjadi adalah girik tetap berlaku.
“Dan Kementerian ATR/BPN juga membutuhkan girik untuk menunjukkan bahwa seseorang adalah pemilik tanah sebenarnya, sebelum didaftarkan. Dan itu, akhirnya mengakibatkan banyak pemalsuan mengenai atas hak atas tanah. Tidak hanya girik saja, ada Surat Eigendom, SK Redistribusi yang lama untuk mengklaim suatu bidang tanah,” jelasnya.
Begitu pula jika mengutip pernyataan mantan Wakil Menteri Luar Negeri, Dino Patti Djalal dimuat dalam media online Kompas.com, Senin (22/2/2021) ia menyebutkan, sindikat mafia tanah sangat lincah dan diduga terstruktur dalam melakukan aksinya.
Hal itu katakan Dino setelah ibunya, Jurni Hasyim Djalal, menjadi korban perpindahan nama kepemilikan beberapa sertifikat tanah dan bangunan di Jakarta. Sejumlah sertifikat tanah dan bangunan milik ibunya tiba-tiba menjadi atas nama orang lain tanpa ada proses transaksi jual-beli atau tanpa sepengetahauan ibunya.
Oleh karenanya betapa ternyata pentingnya persoalan agraria jika dalam sudut pandang ajaran Islam, hal ini tercermin dari kerasnya nada Nabi Muhammad SAW saat menyoroti orang-orang yang melakukan perampasan lahan secara aniaya terhadap tanah orang lain dengan cara yang bathil. Ketegasannya ini pun tercermin dalam sebuah hadist: “Barangsiapa mengambil satu jengkal tanah yang bukan haknya, ia akan dikalungi tanah seberat tujuh lapis bumi di hari kiamat” (HR Muslim).
Dengan demikian, dapat dikatakan bawah Islam pada dasarnya mendukung terhadap agenda reforma agraria, Secara akidah, Islam memilki konsep tentang tanah. Dalam Islam tanah merupakan milik Tuhan. Jadi manusia tidak memiliki hak untuk memiliki selama-lamanya atau private ownership. Karena pada dasarnya kita hanya meminjam tanah tersebut dari Tuhan.
Persoalan karut marut persoalan tanah di negara Indoneaia pun kini menjadi atensi serius dari Kapolri, Listyo Sigit Prabowo, bahkan permasalahan mafia tanah pun menjadi perhatian khusus Presiden Joko Widodo (Jokowi). Oleh sebab itu, Listyo Sigit Prabowo meminta jajarannya menindak secara tegas para mafia tanah.
“Karena masalah mafia tanah menjadi perhatian khusus Bapak Presiden, dan saya diperintahkan Bapak Presiden untuk usut tuntas masalah mafia tanah,” ujar Sigit dalam keterangan tertulis, Kamis (18/2/2021) sebagaimana pernyataan yang dimuat dalam media online beberapa waktu lalu.
Perlu diketahui, menurut saya jika sebetulnya tanah tidak pernah diperjualbelikan, sebaliknya yang diperjualbelikan adalah hak atas tanah tersebut, baik hak milik ataupun hak kelola. Hak ini memang milik manusia, misalnya orang yang pertama merintis lokasi tersebut (para pionir atau istilahnya pelaku ‘babat alas’).
Karena itu untuk fairness, ketika terjadi perpindahan kepemilikan hak atas tanah tersebut, dibayarkanlah sejumlah uang sebagai kompensasi ke pemilik terdahulu, begitu seterusnya. Bisa juga milik negara karena suatu sebab atau kebijakan administratif. Ingat, negara dan semua subsistemnya adalah suatu sistem sosial yang disepakati bersama untuk melindungi dan menjalankan kepentingan penduduknya melalui mekanisme pengaturan dan administrasi pada penduduknya, sehingga urusan tata kelola pertanahan otomatis masuk disitu.
Untuk diketahui pula sebelumnya Mantan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ferry Mursyidan pernah mengatakan jika tanah adalah milik Tuhan.
Menurut Ferry, tanah adalah milik tuhan dan masyarakat harus memanfaatkan dengan baik tanah yang diperolehnya, manfaatkan dengan maksimal.
”Di lagu Indonesia Raya syair soal tanah dikedepankan. Kita dari tanah dan akan kembali ke tanah. Itu menandakan betapa pentingnya kegunaan tanah bagi rakyat,” kata Fery, (Republika, Sabtu , 28 Mar 2015).
Persoalan sengketa tanah pun tak hanya terjadi di satu tempat saja dan lebih dari itu, bahkan baru-baru ini kasus sengketa tanah atau lahan di wilayah Dusun Mudel, Desa Air, Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka sempat menyita perhatian sebagian masyarakat di pulau Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Pasalnya, sengketa lahan di dusun setempat sebelumnya sempat masuk ke ranah hukum hingga akhirnya dalam kasus sengketa lahan ini menyeret sang mantan Kepala Desa (Kades) Air Anyir, Abdurahman menyandang status terpidana akibat dirinya nekat memalsukan dokumen sejumalh sertifikat atau surat tanah.
Begitu pula meski sengketa lahan di Dusun Mudel ini sempat disidangkan bahkan dalam persidangan sebelumnya pun terungkap ada 2 buah surat atau dokumen tanah dipalsukan oleh sang mantan Kades, namun kali ini lagi-lagi kasus sengketa tanah di dusun Mudel pun kembali terjadi hingga tersiar kabar di sejumlah media online baik lokal maupun media nasional jika kasus sengketa tanah di Dusun Mudel Air Anyir justru masyarakat beranggapan jika dua orang pengusaha besar (PT SMP vs PT BCM) saling ‘mengklaim’ lahan.
Menurut penulis, sah-sah saja jika kedua belah pihak saling bersikukuh mempertahankan pendapat dan keyakinan terhadap kepemilikan surat atau dokumen tanah yang dipegang oleh mereka masing-masing.
Kendati pun suatu ketika dalam kasus ini berlanjut ke proses hukum sudah pasti antara PT SMP dan BCM saling menunjukan keabsahan kepemilikan dokumen atau surat-surat tanah dalam persidangan di pengadilan nanti, maka akan terungkap siapa sesungguhnya pemilik tanah atau lahan yang kini menjadi sengketa di dusun tersebut?.
Namun kita selaku manusia tentunya tak dapat memungkiri jika alam semesta raya ini tak lain merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa berikut tanah yang ditempati para manusia di bumi ini. Tuhan hanya ‘menitipkan’ tanah agar dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan namun tak berarti tanah dapat dijadikan milik pribadi seutuhnya melainkan hanya sebatas kuasa hak tanah saja. Jadi silahkan para pembaca mencerna sesungguhnya Tanah Di Dusun Mudel Milik Tuhan atau Pengusaha?.
Penulis :
Ryan Augusta Prakasa, S.Sos
- Pimpinan media BabelToday.com
- Ketua Perkumpulan Jurnalis Indonesia Demokrasi (PJID) Provinsi Kep Bangka Belitung
- Pernah Menjadi Tenaga Pendidik (Gadik) Sekolah Polisi Negara (SPN) Lubuk Bunter Polda Kep Bangka Belitung , 2017 (Intelijen Manajemen Media & HAM)
- Sekretaris DPD Lembaga Investigasi Negara (LIN) Provinsi Kep Bangka Belitung